Jakarta, Gatra.com - Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Supari mengatakan bahwa sejumlah indikator curah hujan ekstrem meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut Supari paparkan berdasarkan laporan hasil kajian yang dibuat oleh BMKG terkait dengan tren iklim ekstrem selama beberapa tahun belakangan.
"Misalnya, kalau kita menggunakan indikator berapa jumlah curah hujan atau frekuensi curah hujan dalam satu tahun yang intensitasnya itu lebih dari 50 millimeter, maka kita dapati, secara umum, secara nasional itu ada peningkatan, dan peningkatan itu terutama sebenarnya lebih terlihat pada daerah selatan Indonesia," ujar Supari, dalam acara webinar bertajuk Darurat Bencana Hidrometeorologi, yang digelar secara virtual, pada Rabu (8/2).
"Kemudian, indikator yang lain misalnya, curah hujan yang tertinggi dalam satu tahun, atau yang biasanya kita sebut dengan annual maximum, atau curah hujan harian tertinggi dalam satu tahun. Itu juga kita dapati, secara nasional mengalami peningkatan," lanjutnya.
Supari pun mengatakan bahwa peningkatan itu berarti dua hal terkait dengan curah hujan di Indonesia. Pertama, dari sisi frekuensi, curah hujan berintensitas tinggi cenderung meningkat di Tanah Air. Kedua, secara intensitas, atau jumlah curah hujan dalam milimeter tertinggi dalam satu tahun juga tercatat mengalami peningkatan.
"Dengan kata lain, terjadi peningkatan ekstremitas curah hujan harian di Indonesia, baik dari sisi frekuensi maupun dari sisi intensitas," ujarnya.
Seiring dengan itu, pihaknya juga menemukan bahwa indikator representasi iklim kering, yakti jeda hari hujan di Indonesia juga cenderung meningkat (dry spell) bersamaan dengan peningkatan kecenderungan indikator basah tadi.
Dengan kata lain, durasi hari tanpa hujan di Indonesia tercatat meningkat di Indonesia. Peningkatan indikator iklim kering juga banyak terjadi di wilayah Selatan Indonesia, sama halnya dengan peningkatan indikator iklim basah.
"Kemudian ini menjadi indikasi bahwa ada kesimpulan yang mungkin bisa kita garisbawahi, yang menarik, karena intensitas dan frekuensi meningkat, tapi durasi jeda hujan juga meningkat," tutur Supari.
Dengan demikian, katanya, hal tersebut menunjukkan bahwa distribusi curah hujan yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir mengalami perubahan karakteristik. Di mana, curah hujan menjadi lebih jarang, namun apabila tengah terjadi hujan, maka hujan tersebut akan menjadi lebih lebat.
"Nah, sehingga dalam konteks analisis ekstrem, ini bisa menjadi sebuah alasan yang memperkuat, mengapa kemudian curah hujan atau bencana yang terkait dengan curah hujan itu meningkat, karena ada indikasi secara statistik bahwa frekuensi dan intensitas ekstrem itu meningkat," ucap Supari.
Adapun, sebelumnya Kepala Bidang Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dodi Yuleova mengatakan bahwa tren bencana di Indonesia selama satu dekade terakhir cenderung naik.
Dodi pun memaparkan bahwa banjir merupakan bencana yang paling dominan menghantui masyarakat Indonesia. Menurutnya, hal itu diakibatkan oleh beberapa penyebab, seperti ahli fungsi lahan ataupun ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan mereka.