Jakarta, Gatra.com - Pengamat Politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Surokim mengatakan jika undangan pertemuan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) kepada Partai Golkar adalah untuk memperkuat posisi. Ia menduga, bukan hanya posisi di kabinet, tetapi juga dalam koalisi.
"Semua partai tentu tidak ingin hanya menjadi pelengkap saja dan ingin mendapat peran yang optimal dalam koalisi," tegas Surokim, Senin (6/2).
Menurutnya, dalam koalisi berlaku siapa berbuat apa, memperoleh apa dalam berbagi kekuasaan, yang aktif dan yang pasif biasanya ada perbedaan.
"Inisiatif PKB harus dibaca dalam konteks tersebut sebenarnya. Ingin lebih proaktif sehingga akan memperoleh posisi tawar yang lebih kuat. Dan, kenapa PKB mengajak Golkar, karena untuk melengkapi basis massa PKB," jelas Surokim.
Jika PKB tertarik mengajak Golkar lanjut Surokim, tentu bukan tanpa alasan. Golkar sebagai partai modern urban dianggap akan melengkapi PKB sebagai partai berbasis plural tradisional sehingga dianggap akan saling melengkapi.
Pertemuan koalisi yang marak belakangan ini, adalah bentuk dinamika politik. Pun rencana pertemuan PKB- Golkar. "Koalisi yang ada saat ini menurut saya masih sementara, masih semu, masih tahap penjajakan awal dan belum permanen," tandas Surokim
Saat ini baik Golkar dan PKB menegaskan akan mengusung ketua umumnya masing-masing maju dalam pilpres 2024. Airlangga Hartarto secara bulat didukung oleh Golkar melalui keputusan musyawarah nasional. Demikian juga dengan Muhaimin Iskandar oleh PKB.
Sementara itu, pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga menilai keinginan Cak Imin- sapaan akrab Muhaimin Iskandar, untuk mengajak Golkar bergabung ke Koalisi Gerindra-PKB sebagai hal yang wajar. Sebab, hingga saat ini koalisi yang terbentuk pada umumnya masih cair.
"Saat ini justru masing-masing koalisi dalam situasi rentan. Sebab, setiap koalisi sudah mulai membicarakan pasangan capres yang akan diusung," terangnya.
Menurut dia, tarik menarik sesama partai politik di masing-masing koalisi akan menguat dan berpeluang menimbulkan ketidakpuasan diantara partai politik yang berkoalisi itu sendiri.
"Saat kondisi demikian, membuka ruang partai politik akan keluar atau masuk ke koalisi tertentu. Hal itu tampaknya yang ingin dimanfaatkan Cak Imin untuk menarik Golkar ke Koalisi Gerindra-PKB," ungkapnya.
Kendati demikian, potensi keberhasilan Cak Imin juga patut ditimbang. Pertama, terkait dengan restu yang diberikan Jokowi dalam Pilpres 2024.
"Kalau KIB bentukan Istana, maka peluang Golkar pindah ke koalisi Gerindra-PKB sangat besar. Bahkan tidak menutup kemungkinan PAN dan PPP ikut bergabung. Tentu hal itu terjadi bila ada restu dari Istana. Namun restu itu diberikan bila Istana memang menginginkan Prabowo Subianto yang menjadi capres," tambah Jamiluddin.
Kedua, Golkar akan menolak tawaran Cak Imin dan tetap berada di Koalisi Indonesia Bersatu. Golkar sebagai motor KIB, tentu akan lebih berupaya menciptakan KIB menjadi lebih kompetitif agar dapat menang pada Pilpres 2024.
"Bila KIB bukan bentukan Istana maka Golkar akan menolak tawaran Cak Imin. Golkar akan merasa lebih nyaman tetap bergabung di KIB," ujarnya.
Pada titik itu, Golkar justru diprediksi akan berupaya balik untuk menarik PKB dalam KIB. "Tapi, peluang Golkar menarik PKB juga tidak mudah. Sebab, PKB tampaknya sudah nyaman bersama Gerindra," pungkasnya.