Jakarta, Gatra.com - Dalam berbagai kesempatan Presiden Joko Widodo selalu mendorong hilirisasi tambang mineral. Bahkan Jokowi melarang adanya ekspor komoditas mineral dalam bentuk ore, agar bisa diolah dan dimurnikan di dalam negeri.
Faktanya, industri smelter pengolahan dan pemurnian masih kekurangan bahan baku mineral. “Kami meminta pemerintah untuk konsisten dalam mendukung industri hilirisasi tambang dan smelter,” ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian (AP3I) Haykal Hubeis kepada Gatra, (06/02).
Dari laporan yang diterima AP3I, ada beberapa penyebab smelter kekurangan bahan baku. Pertama, karena sulitnya pemilik IUP produksi tambang mendapatkan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) dari Kementerian ESDM. “Ngurus RKAB itu rumit, sehingga membatasi IUP pertambangan melakukan produksi,” ujarnya.
Kedua, perusahaan tambang diwajibkan mendapatkan sertifikat dari Competent Person Indonesia (CPI). “CPI jadi tambah cost. Potensi biaya tinggi. Harusnya pemerintah lebih bijak,” ujarnya.
Ketiga, perizinan produksi membutuhkan waktu antri yang lama. Misalnya, untuk keperluan perizinan peledakan (blasting). “Walaupun memang izinnya online, tapi itu lama banget. Bisa ratusan yang antri,” ujarnya.
Menurut Haykal, harmonisasi hulu dan hilir pertambangan tidak berjalan. Apalagi saat ini, katanya, semua wewenang terkait pertambangan di daerah, ditarik ke pusat. “Kebijakan pusat menarik wewenang daerah, belum siap. Dan yang jadi korban, smelter di hilir. Pabrik kalau jalan kan nggak bisa stop. Karena padat modal, tekonologi, padat karya, kalau aturannya berubah-ubah, harmonisasinya nggak ada, bagaimana hilir ini jalan terus,” katanya.
Haykal juga meminta Kementerian Perindustrian yang menaungi industri hilir, lebih proaktif dalam menjaga iklim investasi hilir. Salah satunya dengan menciptakan aturan-aturan yang menarik, memudahkan, dan mempercepat produktifitas smelter.
“Perlu upaya terobosan meminimalkan potensi hambatan-hambatan tersebut. Kesemua itu perlu dipahami dan dipikirkan oleh pembuat kebijakan di hulu dan hilir,” ujar Haykal.