Jakarta, Gatra.com - Aliansi Akademisi Indonesia mengirimkan dokumen Amicus Curiae (sahabat pengadilan) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dokumen tersebut disampaikan agar Richard Eliezer alias Bharada E tidak menerima sanksi pidana yang berat, atas perkara pembunuhan Brigadir J yang kini tengah menjeratnya.
"Kami bertiga di sini mewakili 122 akademisi dari Aliansi Akademisi Indonesia yang terdiri dari 42 guru besar dan para doktor," ujar Sulistyowati Irianto, ketika ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (6/2).
Adapun, dalam kesempatan tersebut, Sulistyowati hadir bersama dua akademisi lain, yakni Mayling Oey-Gardiner dan Asep Iwan Iriawan. Ketiganya datang dengan membawa lembar dokumen Amicus Curiae yang telah mereka serahkan kepada pihak pengadilan.
Sulistyowati menyebutkan, ada lima poin yang menjadi alasan yang membuat Aliansi Akademisi Indonesia tergerak untuk mengirimkan Amicus Curiae. Salah satu di antaranya adalah peran Bharada E dalam membuka tabir perkara.
"Pertama, Eliezer itu adalah, seperti disampaikan oleh Jaksa dan Hakim, pembuka kotak pandora. Bagi kami, ketika masyarakat Indonesia itu dahaga akan kejujuran dan kebenaran, maka Eliezer itu disorak-soraikan," ujar Sulistyowati.
Tak hanya itu, posisi Bharada E yang terjepit dalam ketimpangan relasi kuasa pun menjadi salah satu hal yang mendorong pihaknya untuk menyampaikan dokumen tersebut sebagai sahabat peradilan bagi Bharada E.
"Saudara bisa bayangkan, bagaimana Jaksa Penuntut Umum yang begitu terbuka mengakui peranan Eliezer, tetapi di dalam tuntutannya tidak merefleksikan apa yang diketahui oleh Jaksa, karena ada faktor atasan," kata Sulistyowati.
"Seharusnya, di situ, diketahui bahwa Eliezer pun berada dalam situasi semacam itu. Dia sama sekali tidak bisa menolak perintah di dalam situasi relasi kuasa yang timpang antara dia dengan atasannya," imbuhnya.
Selain itu, Sulistyowati pun menyebut bahwa Bharada E merupakan representasi dari masyarakat Indonesia. Hal itu tergambar dari latar belakang Bharada E yang berasal dari sebuah keluarga sederhana yang bahkan sulit untuk menggapai cita-citanya.
"Kami mau bilang, Eliezer itu adalah kita, karena Eliezer itu mencerminkan pemuda dari keluarga yang sederhana, yang akan sukar sekali meraih cita-citanya, apalagi ketika kandas oleh atasannya sendiri," tuturnya.
Sulistyowati pun mengatakan bahwa dokumen yang pihaknya berikan bukan semata-mata ditujukan sebagai dukungan bagi Bharada E secara pribadi. "Tetapi kita ingin reformasi yang total terhadap lembaga penegakan hukum, khususnya dalam hal ini adalah kepolisian, dan saya kira, lembaga penegakan hukum yang lain harus bercermin pada kasus ini," katanya.
Di samping itu, Sulistyowati juga mengatakan bahwa kasus pembunuhan Brigadir J telah menjadi suatu ruang terbuka bagi mahasiswa Fakultas Hukum di seluruh Indonesia untuk mengamati bagaimana proses peradilan yang transparan dan jujur akan menjadi jalan bagi keadilan dan para pencari keadilan.
"Dan kasus Eliezer ini benar-benar baru pertama kali dalam sejarah peradilan kita yang begitu terbuka, dan masyarakat bisa memberikan suaranya secara seluas-luasnya," pungkas Sulistyowati.
Sebelumnya, pada persidangan Rabu (18/1) silam, pihak JPU telah melayangkan tuntutan pidana penjara selama 12 tahun kepada Bharada E. Dalam repliknya, JPU menyatakan bahwa pihaknya mengalami dilema yuridis dalam mempertimbangkan peran Bharada E sebagai saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) sekaligus eksekutor dalam perkara pembunuhan Brigadir J.
Adapun, setelah persidangan dengan agenda pembacaan duplik dari tim penasihat hukum dilakukan pada Kamis (2/2) silam, Majelis Hakim perkara pembunuhan berencana tersebut memutuskan untuk membacakan putusan terhadap Bharada E pada Rabu (15/2) mendatang.