Jakarta, Gatra.com - Empat warga Pulau Pari melayangkan gugutan iklim kepada perusahaan semen raksasa, Holcim ke Pengadilan di Swiss. Gugatan itu diluncurkan melalui kerja sama tiga organisasi non pemerintah yakni WALHI, HEKS dan ECCHR (European Center for Constitutional and Human Rights).
Direktur Eksekutif WALHI Jakarta, Suci Fitriah Tanjung mengatakan menyebut munculnya gugatan warga tersebut dilatarbelakangi oleh fenomena dampak perubahan iklim yang semakin nyata dirasakan di wilayah pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu. Pulau Pari menjadi gugus pulau kecil yang paling rentan abrasi sebagai dampak naiknya permukaan air laut.
Suci menjelaskan, gugatan warga terhadap Holcim yang bermarkas di Swiss ini menjadi upaya inisiatif yang harus digaungkan. Holcim yang merupakan pabrik semen terbesar di dunia dianggap menjadi salah satu kontributor terbesar penyumbang emisi penyebab perubahan iklim.
"Gugatan ini patut untuk terus kita desak kepada pihak yang bertanggung-jawab menyumbang emisi terbesar di dunia, termasuk kepada Holcim," ujar Suci, dikutip Sabtu (4/1).
Suci menjelaskan, setidaknya dampak perubahan iklim telah dirasakan di ampir 110 pulau kecil yang ada di Kepulauan Seribu. Termasuk 11 pulau yang berpenghuni.
Berdasarkan data Walhi Jakarta, Suci menyebut ada sekitar enam pulau yang telah hilang atau tenggelam. Enam pulau dimaksud antara lain Pulau Ubi Besar, Ubi Kecil, Pulau Talak, Pulau Nyamuk Besar/Nirwana, Pulau Dapur, dan Pulau Air Kecil.
Menurutnya, pulau-pulau di Kepulauan Seribu rentan tenggelam. Misalnya, Suci mengatakan Pulau Talak pada 2003 masih memiliki luas daratan sekitar tiga hektar. Namun dalam waktu dua dekade, luas daratan pulau itu tinggal tersisa 2.201 meter persegi.
"Di Pulau talak saat ini masih tersisa daratan yang ditumbuhi sedikit sekali vegetasi. Artinya ini penurunan yang signifikan," ungkap Suci.
Bahkan, Suci menuturkan bahwa dalam kondisi iklim ekstrim dan tanpa upaya pencegahan, maka di 2045 akan ada 23 dari 110 pulau di Teluk Jakarta itu akan tenggelam. Sehingga akan hanya tersisa 87 pulau lagi yang rentan terhadap naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim dan pemanasan global.
"Bayangkan kalau kita tidak ada upaya penyelamatan pulau-pulau kecil ini, yang hilang bukan hanya pulaunya, tapi juga kehidupan masyarakat, dan budaya yang sudah terbangun," ucapnya.
Diketahui, gugatan iklim yang dilayangkan oleh masyarakat Pulau Pari kepada korporasi penyumbang emisi merupakan yang pertama di Indonesia, dan menjadi kedua di negara-negara selatan, dan menjadi yang ketiga di dunia setelah gugatan iklim sebelumnya telah diajukan oleh Belanda dan Peru.
Holcim merupakan industri Semen terbesar bermarkas di Swiss menjadi salah satu dari 50 perusahaan di seluruh dunia yang menghasilkan emisi CO2 terbesar. Musababnya, dalam menghasilkan produksi semen, pabrik akan melepaskan CO2 ke atmosfer.
Bahkan dalam sebuah penelitian yang disebutkan WALHI, sejak 1950 - 2021, Holcim telah melepaskan lebih dari 7 juta CO2 atau 0,42% dari total emisi CO2 yang dihasilkan sektor industri global sejak 1750. Gugatan warga terhadap Holcim menyebut bahwa korporasi itu bertanggung jawab signifikan atas krisis iklim dan situasi yang ada di Pulau Pari.