Jakarta, Gatra.com - Tim Kuasa Hukum Putri Candrawathi mengaku menemukan sebelas asumsi yang Jaksa Penuntut Umum (JPU) gunakan dalam penyusunan tuntutan serta replik mereka atas Putri Candrawathi. Kesebelas poin itu pun dijabarkan oleh Tim Kuasa Hukum Putri dalam duplik mereka, yang dibacakan dalam persidangan hari ini, Kamis (2/2).
Salah satunya adalah poin JPU yang menyatakan bahwa kekerasan seksual tidak pernah terjadi pada Putri Candrawathi. Pihak Kuasa Hukum menilai hal tersebut sebagai asumsi, karena tidak bersesuaian dengan fakta di persidangan.
Di mana, menurut pihak mereka telah mengungkapkan bahwa Putri benar-benar mengalami kekerasan seksual. Mereka menilai, hal itu bahkan didukung dengan empat jenis alat bukti yang terungkap di muka persidangan dan bekesesuaian satu dengan lainnya.
"[Kedua], asumsi Penuntut Umum yang hanya didasarkan pada penggalan satu keterangan saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang berdiri sendiri dan tidak bersesuaian dnegan alat bukti sah lainnya," ujar Kuasa Hukum Putri Febri Diansyah ketika membacakan duplik dalam persidangan hari ini, Kamis (2/2).
Tidak hanya itu, tim Kuasa Hukum juga menilai JPU telah menyampaikan asumsi yang menyatakan bahwa pihak mereka ikut berkontribusi dalam mempertahankan kebohongan yang dibangun oleh Putri Candrawathi. Namun demikian, menurut Febri dan pihaknya, tidak ada satu pun alat bukti yang mendukung asumsi tersebut.
"[Keempat], asumsi Penuntut Umum yang menyatakan telah menggunakan semua alat bukti yang dikemukakan di persidangan dengan konsisten dan tidak berubah, tidak sesuai dengan fakta yang ada di persidangan," ujar Febri Diansyah.
Selain itu, pihak Febri juga menyoroti pernyataan JPU yang mengatakan bahwa keterangan Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf tidak dapat diakui kebenarannya karena mengandung kejujuran. Pernyataan itu pun dinilai sebagai suatu asumsi, karena tidak didukung satu pun alat bukti.
"Faktanya, tidak ada satu pun alat bukti yang mendukung asumsi tersebut dan dalam bagian lain, Penuntut Umum justru masih menggunakan keterangan dua saksi tersebut," kata Febri.
Lebih lanjut, Kuasa Hukum Putri dalam duplik mereka juga menyoroti pernyataan JPU yang menyebut bahwa Tim Kuasa Hukum Ferdy Sambo, Tim Kuasa Hukum Ricky Rizal, dan Tim Kuasa Hukum Kuat Ma'ruf adalah tim penasihat hukum yang sama serta berbagi satu pemikiran yang sama. Mereka pun menyebut, pernyataan JPU itu sebagai suatu dalil emosional dan keliru yang tidak dapat diakui kebenarannya.
"[Ketujuh], asumsi Penuntut Umum yang menyatakan bahwa tindakan Terdakwa (Putri) menelepon Saudara Ferdy Sambo merupakan bentuk persamaan kehendak untuk berencana merampas nyawa Korban (Brigadir J) tidak didasarkan alat bukti yang sah," tukas Febri.
Selain itu, pihak Putri Candrawathi juga menyoroti pernyataan JPU yang mengatakan bahwa pakaian yang dikenakan Putri saat meninggalkan rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, sebagai pakaian yang tidak pantas serta bagian dari skenario. Febri pun memandang pernyataan tersebut sebagai suatu dalil tak berdasar.
"[Asumsi tersebut] adalah dalil yang tidak berdasar, berlandaskan pola pikir seksis, diskriminatif, dan cenderung mendiskreditkan seorang perempuan," ujar Febri.
Selain itu, Kuasa Hukum juga menyoroti pernyataan JPU yang mengatakan bahwa naiknya Kuat Ma'ruf ke lantai 3 rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling III, Jakarta Selatan, memiliki maksud untuk bertemu dengan Sambo. Tim Kuasa Hukum pun menilai hal tersebut tidak logis dan tidak didukung alat bukti. Terlebih, menurut mereka, saat itu Kuat Ma'ruf hanya naik ke lantai 3 kediaman tersebut selama kurang dari tiga menit.
"[Kesepuluh], asumsi Penuntut Umum yang menyatakan bahwa tindakan Terdakwa (Putri) ke kediaman Duren Tiga 46 untuk melakukan isolasi mandiri merupakan bentuk peran Terdakwa menggiring Korban ke tempat eksekusi tidak berdasar dan tidak didukung dengan alat bukti," ujarnya.
"[Kesebelas], asumsi Penuntut Umum yang menyatakan [bahwa] keterangan saksi, ahli, dan Terdakwa saling bersesuaian terkait rangkaian peristiwa merupakan asumsi yang tidak berdasar dan tidak didukung fakta sidang sesungguhnya," tutur Febri Diansyah.
Febri pun mengatakan bahwa pernyataan-pernyataan JPU yang pihaknya sebut sebagai asumsi itu cenderung tidak fokus pada pokok perkara dan justru menyasar tim Kuasa Hukum Terdakwa.
Adapun, sebelumnya JPU telah membacakan replik untuk menanggapi nota pembelaan (pleidoi) dari Tim Kuasa Hukum. Pihak Putri Candrawathi pun akhirnya menanggapi kembali replik tersebut dengan menjawabnya melalui duplik yang mereka bacakan dalam persidangan hari ini, Kamis (2/2) sebagai pembelaan terakhir sebelum klien mereka harus menghadapi agenda sidang putusan.