Jakarta, Gatra.com – Dua tahun lalu, rezim militer Burma merebut kekuasaan dari pemerintahan yang dipilih secara demokratis. Mereka melakukannya secara terang-terangan, menolak keinginan rakyat Burma, hingga membawa Burma ke jurang bencana yang telah membunuh dan membuat ribuan orang mengungsi.
“Aksi tersebut telah membalikkan kemajuan demokrasi yang telah diperjuangkan dengan keras selama dekade terakhir,” ujar Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony J. Blinken dalam pernyataan yang diterima Gatra.com, Rabu (1/2).
Baca Juga: Pengujian UU Pengadilan HAM, Momentum Adili Penjahat Kemanusiaan di Myanmar
Sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021, krisis politik, ekonomi, dan kemanusiaan di Burma semakin parah. Sejumlah laporan menunjukkan hampir 3.000 orang tewas, sekitar 17.000 orang ditahan, dan lebih dari 1,5 juta orang mengungsi. AS mengkritik bahwa kampanye bumi hangus yang terus dilakukan oleh rezim tersebut terus menimbulkan kerugian dan merenggut nyawa orang-orang yang tidak berdosa, memicu konflik bersenjata yang memburuk di Burma, dan ketidakamanan di luar perbatasannya.
“Hari ini, Amerika Serikat memberlakukan sanksi terhadap enam individu dan tiga entitas yang terkait dengan upaya rezim untuk menghasilkan pendapatan dan membeli persenjataan,” imbuh Blinken.
Termasuk yang kena sanksi ialah pemimpinan senior Kementerian Energi Burma, Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar (MOGE), Angkatan Udara Burma, serta penjual senjata dan anggota keluarga dari rekanan bisnis militer yang ditunjuk sebelumnya. AS juga memberlakukan sanksi bagi Komisi Pemilihan Persatuan (Union Electoral Commission), yang dianggap telah dikerahkan oleh rezim untuk memajukan rencananya pemilihan yang sangat cacat yang akan menumbangkan keinginan rakyat Burma.
Baca Juga: Junta Militer Berkuasa, Perdagangan Narkoba Meningkat, Myanmar Jadi Penghasil Opium Terbesar
“Kami mengambil tindakan hari ini seiringan dengan tindakan yang juga diambil oleh Inggris dan Kanada,” sebutnya.
Hingga saat ini, AS telah memberlakukan sanksi, di bawah Perintah Eksekutif 14014, terhadap 80 individu dan 30 entitas untuk merampas sarana rezim untuk melanggengkan kekerasannya.
AS menyatalam tetap teguh dalam posisinya bahwa pemilihan yang direncanakan rezim tidak mungkin bebas atau adil. Mengingat bahwa rezim telah membunuh, menahan, atau memaksa calon pesaing untuk pergi, dan mengingat bahwa rezim terus melakukan kekerasan brutal terhadap lawan-lawannya yang bertindak secara damai. Banyak pemangku kepentingan politik utama telah mengumumkan penolakan mereka untuk berpartisipasi dalam pemilihan ini, yang tidak akan inklusif atau representatif, dan hampir pasti akan memicu pertumpahan darah yang lebih besar.
Baca Juga: Jabat Presidensi Ketua ASEAN, Indonesia Punya Andil Selesaikan Masalah Myanmar
“Amerika Serikat akan terus mendukung gerakan pro-demokrasi dan upayanya untuk memajukan perdamaian dan pemerintahan multipartai di Burma. Kami memuji mereka yang bekerja untuk memperkuat persatuan dan kohesi dan menjadi bagian berbagai kelompok yang memiliki visi yang sama akan demokrasi sejati dan inklusif di Burma,” imbuh Blinken.
AS juga berjanji akan terus mendorong pertanggungjawaban atas kekejaman militer, termasuk melalui dukungan bagi Mekanisme Investigasi Independen PBB untuk Myanmar dan upaya internasional lainnya untuk melindungi dan mendukung populasi yang rentan, termasuk Rohingya. Pihaknya menyambut baik tindakan yang diambil oleh sekutu dan mitra AS untuk mendesak rezim agar mengakhiri krisis ini.
Negara Paman Sam berharap dapat membangun kerja sama dengan ASEAN dan para anggotanya. Terlebih setelah PBB mengesahkan Resolusi Dewan Keamanan PBB baru-baru ini tentang situasi di Burma. AS juga menyatakan bermitra dengan komunitas internasional, saat para mitra berusaha untuk menegakkan Konsensus Lima Poin ASEAN: mengintensifkan tekanan diplomatik dan ekonomi terhadap militer, dan mendukung Burma yang damai, demokratis, dan makmur.