Home Politik Walhi Prediksi Transaksi Politik dengan Pelaku Kejahatan SDA Bakal Meningkat

Walhi Prediksi Transaksi Politik dengan Pelaku Kejahatan SDA Bakal Meningkat

Jakarta, Gatra.com – Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Zenzi Suhadi, memprediksi banyak terjadi transaksi politik dengan pelaku kejahatan sumber daya alam (SDA) pada tahun politik ini.

“Di tahun ini kita memprediksi transaksi politik dengan kejahatan sumber daya alam ini meningkat,” kata Zenzi dalam acara “Peluncuran Tinjauan Lingkungan Hidup 2023” di Jakarta, Selasa (31/1).

Baca Juga: Tahun Politik, Walhi: Pemberian Izin Tambang dan Kehutanan Meningkat Tajam

Zenzi memprediksi demikian, karena saat ini adanya aturan baru soal kewenangan pengampunan kejatahan di sektor tersebut. Sebelumnya, hanya di kewenangan penerbitan izin.

”Pintunya ditambah, kalau sebelumnya pintunya hanya di kewenangan penerbitan izin, kalau sekarang pintunya ditambah, yakni kewenangan mengampuni kejahatan,” ujarnya.

Selain calon kepala daerah, kata Zenzi, pihaknya juga melihat keterlibatan penegak hukum untuk turut melakukan transaksi politik pada tahun politik ini. Artinya, orang-orang yang akan maju di politik, penentunya bukan hanya di parlpol, elit politik daerah, tapi konfigurasi mereka dengan orang-orang yang mempunyai kewenangan di institusi penegak hukum.

“Ini juga akan menentukan siapa yang akan menang kepala daerah atau DPR RI,” ujar Zenzi.

Ia menyebutkan, pengampunan massal terhadap kejahatan di sektor SDA pada awal pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), ada 829 perusahaan kehutanan dan perkenunan melakukan pelanggaran kehutanan dan lingkungan hidup.

“Ada sekitar 1.600-an perusahaan tambang, seharusnya terhadap ribuan perusahaan tersebut dilakukan penegakan hukum, tapi ini dibiarkan,” katanya.

Dalam Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker), perusahaan-perusahaan diberikan waktu 3 tahun untuk mendapatkan pengampunan dari pemerintah. Caranya, mengajukan perizinan dan melengkapi administratifnya.

“Setelah keluar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), perusahaan-perusahaan ini diberi waktu sampai 2025,” katanya.

Sedangkan pada Desember tahun lalu, dikeluarkan Perppu Cipta Kerja, perusahaan-perusahaan ini diberi kesempatan pada November tahun 2023. Tahun ini tahun politik sehingga para kandidat mendaftarkan diri untuk pemilu.

Menurutnya, Walhi melihat bahwa Perppu Cipta Kerja ini, negara memberi ruang para elit politik untuk mengibarkan para pelaku bisnis kejahatan sumber daya alam untuk terlibat di dalam politik Indonesia.

“Pemerintah secara terang-terangan melakukan pembangkangan terhadap konstitusi. Buah dari Reformasi, selain mendistribukan, mendelegasikan kekuasaan kepada kepala daerah, juga membagi kekuasaan kepada legislatif dan yudikatif,” ujarnya.

Sementara itu, Antropolog Suraya A. Afiff, menyampaikan, era Reformasi telah melahirkan “raja-raja” di tingkat lokal. Ini merupakan kebalikan dari era Orde Baru (Orba). Ia mengharapkan rakyat mendorong lahirnya gerakan kesadaran lingkungan yang efektif dalam pemilu 2024.

Baca Juga: Walhi: Energi Baru Terbarukan Ala Negara Itu Bagaimana?

Gerakan tersebut diharapkan melahirkan pemimpin-pemimpin dan legislator baik tingkat daerah dan pusat, yang mempunyai komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan hidup.

“Selama memilih karena agama, keluarga, dan lain-lain, bukan karena komitmen terhadap lingkungan maka keruskaan alam akan terus terjadi,” ujarnya.

206