Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa mantan Kepala Biro (Kabiro) Hukum Persidangan dan Humas Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, IKHP, dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016–2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Senin (30/1), mengatakan, Kabiro Hukum Persidangan dan Humas tahun 2018 itu diperiksa sebagai saksi.
Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung juga memeriksa satu saki lainnya, yaitu mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), ASD.
Baca Juga: Kejagung Periksa Direktur Tempo Nagadi terkait Korupsi Impor Garam
Menurutnya, kedua orang saksi di atas diperiksa terkait penyidikan perkara tersangka MK. “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” ujarnya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 6 orang tersangka. Awalnya, kejagung menetapkan Kasubdit Industri Kimia Hulu Kemenperin, YA; Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin, FJ; mantan Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kemenperin, MK; dan Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia, FTT.
Kejagung menyangka MK dkk melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selepas itu, Kejagung menetapkan Manager Pemasaran PT Sumatraco Langgeng Makmur/Direktur PT Sumatraco Langgeng Abadi, SW alias ST berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-66/F.2/Fd.2/11/2022 tanggal 07 November 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Prin-60/F.2/Fd.2/11/2022 tanggal 07 November 2022.
Kejagung menetapkan SW alias ST sebagai tersangka karena mengalihkan garam impor yang peruntukannya untuk didistribusikan kepada industri aneka pangan sesuai dengan rencana distribusi yang diajukan dalam permohonan rekomendasi kepada Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menjadi garam konsumsi.
SW alias ST memberikan sesuatu kepada pejabat Kementerian Perindustrian agar dapat mengalihkan garam impor untuk industri tersebut. Dia selaku bendahara Asosiasi Industri Pengolah Garam Indonesia (AIPGI), bersama-sama dengan Ketua AIPGI, tersangka FTT telah menghimpun dana dari anggota AIPGI untuk diserahkan kepada pejabat di Kemenperin.
Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka SW alias ST melanggar sangkaan Kesatu, Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidairnya, melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatan tersangka SW alias ST itu atau melanggar sangkaan Kedua, Primair; Pasal 5 Ayat (1) huruf a, b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Subsidair, Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana,” katanya.
Teranyar, Kejagung menetapkanDirektur Utama (Dirut) PT Sumatraco Langgeng Makmur, YN, sebagai tersangka setelah diamankan di salah satu rumah sakit (RS) di Jakarta Barat (Jakbar).
“Tersangka [diamankan karena] tidak memenuhi panggilan yang telah disampaikan secara sah dan patut sebanyak dua kali,” katanya.
Tim Penyidik Pidsus Kejagung langsung menahan tersangka YN di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) selama 20 hari terhitung sejak 24 November sampai dengan 13 Desember 2022.
Kejagung menetapkan YN sebagai tersangka setelah menemukan dua bukti permulaan yang cukup. Adapun peran yang bersangkutan dalam kasus ini, yakni sebagai Dirut PT Sumatraco Langgeng Makmur, telah mengalihkan garam impor yang peruntukannya untuk didistribusikan kepada Industri Aneka Pangan.
Pendistribusian tersebut sesuai dengan rencana yang diajukan dalam Permohonan Rekomendasi kepada Kementerian Perindustrian (Kemenperin), namun dialihkan menjadi garam Konsumsi.
Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka YN melanggar sangkaan Kesatu Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kesatu Subsidair, melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca Juga: Kejagung Periksa Direktur PT Smart soal Korupsi Impor Garam Tersangka MK
Ketutu melanjutkan, perbuatan tersangka YN tersebut atau melanggar sangkaan Kedua Primair, yaitu Pasal 5 ayat (1) huruf a, b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kedua Subsidair, adalah Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk jumlah kerugian negara dan perekonomian negara, kata Ketut, masih dalam proses perhitungan oleh ahli yang berwenang.