Jakarta, Gatra.com - Penasihat Hukum Putri Candrawathi, Arman Hanis, menggunakan istilah verkapte vrijspraak saat meminta majelis hakim membebaskan kliennya dari segala dakwaan dalam kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua.
"Membebaskan terdakwa Putri Candrawathi dari segala dakwaan (verkapte vrijspraak), atau setidak-tidaknya dinyatakan lepas dari segala tuntutan (onslag van alle rechts vervolging)," ucap Arman saat membacakan nota pembelaan, di PN Jaksel, Rabu (25/1/2023),
Sebelumnya, pada persidangan 24 Januari 2023 di PN Jaksel, Penasihat Hukum terdakwa Kuat Ma'ruf juga menggunakan istilah yang sama.
"Membebaskan terdakwa Kuat Ma'ruf dari segala dakwaan (verkapte vrijspraak), atau setidak-tidaknya dinyatakan lepas dari segala tuntutan (onslag van alle rechts vervolging)," kata Penasihat Hukum Kuat Ma'ruf, Irwan Irawan.
Baca Juga: 5 Poin Pembelaan Kuat Ma'ruf dalam Sidang Pembunuhan Brigadir J
Hal serupa juga diungkapkan Arman Hanis saat membacakan nota pembelaan untuk mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo. Begitu pula dengan permintaan yang diungkapkan Penasihat Hukum terdakwa Ricky Rizal.
Terkait istilah verkapte vrijspraak, pengamat hukum Augustinus Hutajulu, mengaku kaget mendapati penggunaan istilah itu digunakan oleh para penasihat hukum Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf maupun Ricky Rizal.
"Putusan bebas itu dibedakan antara putusan bebas murni (dezuivere vrijspraak) dan putusan bebas tidak murni (de onzuivere vrijspraak atau disebut juga verkapte vrijspraak atau bedekte vrijspraak). Menurut aliran dualistis, putusan bebas murni adalah putusan bebas karena terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dan atau tidak terbukti memenuhi unsur-unsur pidana yang didakwakan (bandingkan juga Pasal 191 KUHP). Sebaliknya, menurut aliran monistis, bebas murni itu adalah apabila tidak terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur-unsur pidana yang didakwakan," kata Augustinus.
Lebih lanjut, Augustinus merujuk buku "Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP", yang menyebut bahwa putusan bebas tidak murni disebut sebagai 'pembebasan yang terselubung' (verkapte vrijspraak).
Baca Juga: 4 Poin Nota Pembelaan Putri Candrawathi
Menurut Augustinus, dalam buku yang ditulis akademisi hukum, Yahya Harahap, itu dikatakan bahwa suatu putusan bebas disebut tidak murni jika vonis bebas didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang disebut dalam surat dakwaan, atau apabila dalam menjatuhkan putusan, majelis telah melampaui wewenangnya, baik itu menyangkut melampaui wewenang mengenai kompetensi absolut atau relatif, maupun melampaui wewenang itu dalam arti apabila dalam putusan pembebasan itu telah turut dipertimbangkan dan dimasukkan unsur-unsur nonyuridis.
Augustinus menguraikan, dalam perkembangannya, bebas tidak murni juga meliputi putusan karena adanya kekeliruan hakim dalam menafsirkan atau memaknai suatu pengertian hukum.
Sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-X/2012 tanggal 28 Maret 2013, hanya putusan bebas tidak murni yang dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi. Namun, sejak putusan MK itu, semua putusan bebas dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi.
Baca Juga: Penasihat Hukum Terdakwa Kasus Brigadir J Pakai Istilah Verkapte Vrijspraak, Pengamat Bingung
Sebenarnya, menurut Pasal 244 KUHAP, kata Augustinus, putusan bebas tidak boleh diajukan permintaan kasasi. Namun sejak tanggal 15 Desember 1983, dengan Putusan Reg. No. 275K/PID/1983, Mahkamah Agung secara contra legem (menyimpangi/mengesampingkan undang undang) menerima dan mengabulkan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum dalam putusan perkara R Sonson Natalegawa.
"Sependek pengalaman dan pengetahuan saya, istilah bebas tidak murni (verkapte vrijspraak) itu hanya selalu digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam permohonan kasasinya untuk melawan putusan yang membebaskan terdakwa. Dengan demikian, mengapa para penasihat hukum itu memohon agar majelis hakim menjatuhkan putusan bebas dari segala dakwaan (verkapte vrijspraak)?" pungkas Augustinus.