KHDPK merupakan kependekan dari Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Nomor 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022.
Intinya, mengeluarkan areal seluas kurang lebih 1.103.941 ha dari kendali Perum Perhutani guna mendukung kepentingan: 1) Perhutanan Sosial; 2) Penataan Kawasan Hutan dalam rangka Pengukuhan Kawasan Hutan, 3) Penggunaan Kawasan Hutan, 4) Rehabilitasi Hutan, 5) Perlindungan Hutan, atau 6) Pemanfaatan Jasa Lingkungan.
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk membangkitkan kesadaran publik atas kemungkinan adanya kepentingan para pembonceng gelap.
Urgensi kepentingan 1) dan 2) relatif jelas dan tepat. Bahwa di beberapa tempat dalam areal yang dikelola oleh Perum Perhutani telah berkembang suatu pemukiman, bahkan hingga tingkat desa.
Demi kejelasan bagi pemukim dan Perum Perhutani, areal yang demikian memang sebaiknya dikeluarkan dari areal yang menjadi tanggung jawab Perum Perhutani.
Memindahkan ribuan orang keluar dari kawasan yang sekarang dikelola oleh Perum Perhutani terlalu mahal sehingga nyaris mustahil dapat dilakukan.
Kepentingan 2) berangkat dari realitas lapangan bahwa setiap jengkal tanah yang dikelola oleh Perum Perhutani telah ada penggarapnya.
Para penggarap tersebut telah lama menjadi mitra Perum Perhutani. Sebagian penggarap bergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan sebagian yang lain berstatus bebas.
Memang, pembagian areal garapan wilayah kerja Perum Perhutani bukan tanpa masalah. Ada orang yang tidak membutuhkan tanah garapan mendapat bagian, sebaliknya ada orang yang benar-benar butuh tanah garapan tidak mendapat bagian. Transaksi alih hak garap ini banyak terjadi. Ringkasnya, broker tanah garapan memang nyata adanya.
Penggarap yang selama ini menjadi mitra Perum Perhutani menghadapi tantangan oleh pemain baru yang berselimut Perhutanan Sosial.
Pemain baru ini umumnya datang dengan pendamping yang umumnya tidak ada sangkut pautnya dengan lokasi dan masyarakatnya. Gejala kemungkinan terjadi konflik horisontal antar kelompok penggarap sudah muncul di banyak tempat. Hal ini perlu diwaspadai dan diantisipasi dengan serius.
Kepentingan 3) sampai dengan kepentingan 6) sangat rancu dan tidak jelas landasan pertimbangannya. Dalam berbagai diskusi, KHDPK dimaksudkan untuk meringankan beban Perum Perhutani dengan mengeluarkan tanah-tanah yang sulit dikelolanya dari tanggung jawab Perum Perhutani.
Perum Perhutani fokus mengelola tanahtanah yang masih produktif dari aspek pengusahaan hutan. Tetapi, realitasnya ada pihak-pihak tertentu yang berusaha untuk mengeluarkan areal yang sangat produktif dengan hutan yang sangat bagus sebagai bagian dari KHDPK. Gejala penyimpangan ini perlu terus diamati dan diwaspadai agar tidak sampai terjadi.
Sudarsono Soedomo
Guru Besar Kebijakan Kehutanan, IPB University