Jakarta, Gatra.com - Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo, telah menjalani sidang pembacaan nota pembelaan (pleidoi) pada Selasa (24/1) silam. Pleidoi tersebut disampaikannya sebagai tanggapan atas tuntutan pidana penjara seumur hidup yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepadanya, dalam persidangan Selasa (17/1) silam.
Dalam nota pembelaan tersebut, Ferdy Sambo membacakan sepuluh poin pembelaan yang diharapkannya dapat menjadi pertimbangan bagi majelis hakim dalam memutus perkara pembunuhan tersebut. Kesepuluhnya telah Gatra.com rangkum sebagai berikut:
1. Klaim Tak Berencana Bunuh Brigadir J
Ferdy Sambo mengaku bahwa ia tidak pernah memiliki rencana untuk merampas nyawa Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Ia pun mengatakan peristiwa penembakan itu terjadi begitu cepat. Terlebih, menurutnya, saat itu ia juga telah diliputi emosi.
"Pertama, bahwa sejak awal saya tidak merencanakan pembunuhan terhadap korban Yosua karena peristiwa tersebut terjadi begitu singkat dan diliputi emosi, mengingat hancurnya martabat saya juga istri saya yang telah menjadi korban perkosaan," ujar Ferdy Sambo dalam pleidoinya, Selasa (24/1).
Baca Juga: Putri Sebut Isu Perselingkuhannya dengan Brigadir J dan Kuat Sebagai Fitnah Keji
2. Sebut Telah Berupaya Menyajikan Fakta
Ferdy Sambo pun mengatakan bahwa ia telah mengutarakan seluruh fakta yang diketahuinya terkait peristiwa pembunuhan Brigadir J, juga terkait perkara perintangan penyidikan yang juga menyeret namanya dalam satu rangkaian kasus tersebut.
"Kedua, dalam pemeriksaan saya telah berupaya untuk menyajikan semua fakta yang saya ketahui, termasuk mendorong saksi atau terdakwa lain sebagaimana dalam keterangan Kuat Maruf untuk mengungkap skenario tidak benar pada saat pemeriksaan oleh patsus (penempatan khusus) di tingkat penyidikan," lanjut Sambo.
3. Sebut Telah Akui Skenario Tembak-menembak
Ferdy Sambo juga meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan sikapnya yang telah mengakui bahwa tembak-menembak hanyalah skenario yang ia ucapkan untuk menutupi peristiwa penembakan yang sebenarnya terjadi.
Menurut Sambo, skenario itu baru dibuat beberapa saat usai Brigadir J jatuh tertelungkup pascapenembakan. "Ketiga, Saya telah mengakui cerita tidak benar mengenai tembak-menembak di rumah [dinas] Duren Tiga [Nomor] 46," akunya.
4. Akui Menyesal
Selain ketiga poin tadi, Ferdy Sambo juga memohon agar majelis hakim mempertimbangkan ungkapan penyesalan yang telah diutarakannya dalam sidang pemeriksaan terdakwa. Saat itu, ia menyampaikan rasa bersalah dan penyesalannya karena logikanya telah tertutupi emosi yang pada akhirnya berbuntut pada tewasnya sang ajudan.
"Keempat, saya telah menyesali perbuatan saya, meminta maaf dan siap bertanggungjawab sesuai perbuatan dan kesalahan saya," ujar Sambo.
Baca Juga: Pihak Putri Candrawathi Minta Garis Polisi Rumah Duren Tiga Dicabut, Ini Alasannya
5. Sebut Sudah Bersikap Kooperatif
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu mengaku bahwa ia telah bersikap kooperatif selama menghadapi proses peradilan yang menjeratnya itu. Menurutnya, sikap kooperatif itu ia tunjukkan dengan mengungkapkan hal-hal yang ia ketahui atas peristiwa penembakan itu.
"Kelima, saya telah berupaya untuk bersikap kooperatif selama menjalani persidangan, menyampaikan semua keterangan yang memang saya ketahui," ujarnya.
6. Mengaku Telah Mendapat Sanksi Sosial
Suami dari Putri Candrawathi itu mengaku bahwa ia dan keluarganya telah menerima sanksi sosial dari masyarakat Indonesia. Menurutnya, sanksi sosial itu tak hanya mengenai ia dan sang istri yang juga merupakan terdakwa dalam kasus tersebut. Namun juga mengenai putra-putrinya.
"Saya telah mendapatkan hukuman dari masyarakat (social punishment) yang begitu berat tidak saja terhadap diri saya, namun juga terhadap istri, keluarga, bahkan anak-anak kami," ujar Ferdy Sambo.
7. Minta Hakim Pertimbangkan Kondisi Keempat Anaknya
Ferdy Sambo juga memohon agar majelis hakim dapat mempertimbangkan kondisi keempat anaknya dengan Putri Candrawathi. Mengingat, baik ia maupun sang istri sama-sama menjadi terdakwa dalam kasus tersebut, di saat ketiga anaknya masih harus bersekolah, sementara satu lainnya justru masih balita.
"Ketujuh, baik saya maupun istri saya telah didudukkan sebagai terdakwa dalam persidangan ini dan berada di dalam tahanan, sementara empat orang anak-anak kami terkhusus yang masih balita juga punya hak dan masih membutuhkan perawatan juga perhatian dari kedua orang tuanya," jelas Sambo.
Baca Juga: Bharada E Kembali Memohon Maaf dan Pengampunan dari Keluarga Brigadir J
8. Mengaku Tak Pernah Langgar Hukum dan Kode Etik
Eks Jenderal Polisi Bintang Dua itu mengaku tidak pernah terlibat melakukan tindak pidana sebelum kasus yang menewaskan putra Hutabarat ini. Terlebih, sebagai seorang anggota Kepolisian RI (Polri) yang pada akhir masa pengabdiannya memegang jabatan sebagai seorang Kadiv Propam, ia juga mengaku tak pernah melakukan pelanggaran atas kode etik profesinya.
"Kedelapan, sebelumnya saya tidak pernah melakukan tindak pidana di masyarakat, melakukan pelanggaran etik maupun disiplin di Kepolisian," akunya.
9. Ungkap Sederet Capaian Sebagai Anggota Polri
Ferdy Sambo juga memaparkan sederet pencapaiannya selama 28 tahun bertugas sebagai anggota Kepolisian RI (Polri) sebagai salah satu poin dalam nota pembelaannya.
"Saya telah 28 tahun mengabdikan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepada nusa dan bangsa, sehingga atas kesetiaan dan dharma bakti tersebut saya telah dianugerahi Bintang Bhayangkara Pratama yang diberikan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia," ujar Ferdy Sambo ketika membacakan nota pembelaan dalam persidangan Selasa (24/1).
Sambo mengatakan, ia juga telah memperoleh penghargaan tertinggi dari institusi tersebut, karena telah mengungkapkan sederet kasus-kasus penting yang terjadi di Indonesia, saat ia masih aktif berdinas. "Berupa 6 PIN Emas Kapolri atas pengungkapan berbagai kasus penting di Kepolisian," imbuhnya.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu pun merinci sejumlah kasus besar yang telah ditanganinya. Beberapa di antaranya seperti kasus suap red notice Djoko Tjandra serta perdagangan orang.
"[Saya telah melakukan] pengungkapan kasus narkoba jaringan internasional dengan penyitaan barang bukti 4 ton 212 kilogram sabu, pengungkapan kasus Djoko Tjandra, pengungkapan kasus tindak pidana perdagangan orang yang menyelematkan pekerja migran Indonesia di luar negeri, dan banyak pengungkapan kasus besar lainnya," papar Sambo.
Baca Juga: Baca Pleidoi, Bharada E: Maaf Kalau Kejujuran Saya Membuat Mama Sedih
10. Mengaku Telah Dipecat dari Kepolisian
Terakhir, Ferdy Sambo juga meminta majelis hakim turut mempertimbangkan fakta bahwa ia telah menerima sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari institusi Kepolisian RI (Polri). Sanksi tersebut membuatnya kehilangan sumber mata pencahariannya untuk menghidupi keluarganya.
"Atas perkara ini saya telah dijatuhi hukuman administratif dari Polri berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebagai anggota Polri, akibatnya saya telah kehilangan pekerjaan, dan tidak lagi mendapatkan hak-hak apa pun termasuk uang pensiun, sehingga saya telah kehilangan sumber penghidupan bagi saya dan keluarga," ujar Ferdy Sambo.
Untuk diketahui, JPU sebelumnya melayangkan tuntutan pidana penjara seumur hidup untuk Ferdy Sambo. JPU pun menuntut majelis hakim untuk menyatakan bahwa Ferdy Sambo telah melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, serta melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik jo Pasal 55 KUHP dalam kasus perintangan penyidikan pembunuhan tersebut.