Jakarta, Gatra.com - Dosen Olahraga Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Taufik Yudi Mulyanto mengatakan, dalam upaya memajukan sepak bola nasional PSSI ke depan perlu membuat peta jalan atau roadmap pembinaan talenta sepak bola Indonesia. Salah satunya dengan memperkuat Sekolah Sepak Bola (SSB) menjadi 'talent pool' skuad tim nasional ke depan.
Menurut Taufik, perlu dilakukan pembinaan di berbagai level usia baik dari tingkat bawah hingga level senior. Bahkan, tidak lagi berstandar nasional melainkan harus sudah bertaraf internasional untuk mengejar ketertinggalan.
“Dalam pembinaannya harus dalam kualifikasi kualifikasi yang standar, tetapi standarnya bukan standar lokal lagi bukan standar nasional harus kita masuk pada standar yang lebih tinggi, di regional di Asia tenggara, di Asia atau bahkan di tingkat dunia,” ujar Taufik dalam keterangannya, Selasa (24/1/2023).
Taufik menambahkan, Indonesia perlu melakukan terobosan besar yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan, agar para pemain sepak bola dari level bawah sampai atas yang memiliki kemampuan tingkat dunia.
“Dengan kondisi itu maka akan didapat nanti secara berkesinambungan. Pada level atas akan dapat pemain-pemain yang mempunyai kualifikasi juga pada standar-standarnya internasional baik keterampilannya fisiknya, teknik, strateginya maupun mentalnya, sehingga mempunyai juga pemain-pemain kepribadian karakter yang kuat,” jelasnya.
Lanjut Taufik, selain pembinaan juga harus dibangun suasana kompetisi pertandingan yang baik, sejauh ini kata Taufik pembinaan melalui sekolah-sekolah sepak bola sudah ada hampir di setiap Kabupaten di seluruh Indonesia.
“Dan dengan adanya sekolah-sekolah sepak bola, saya kira merupakan suatu kesempatan yang sangat besar, kita tahu bahwa tidak ada daerah di Indonesia ini yang sekarang sudah ada 38 provinsi yang tidak yang menjadikan sepak bola bukan olahraga favorit, pasti itu olahraga favorit semua,” paparnya.
“Kalau kita hitung dari 500 kabupaten kota dan dalam setiap kabupaten kota, saya yakin juga ada sekolah sepak bola atau pembinaan sepak bola usia dini,” imbuh Taufik.
Selain itu, Taufik mengomentari soal pemain naturalisasi yang dinilai sejauh ini tidak memberikan dampak yang signifikan, oleh karenanya naturalisasi perlu dipertimbangkan ulang.
“Menurut hemat saya sebetulnya ya memang ini sudah menjalar ke dunia tapi kalau kita lihat tentu saja Ini harus dipertimbangkan dan dengan konsep yang sekarang ini bisa dibilang tanda petik instan ya walaupun itu juga berjalan di semua hampir semua negara,” jelasnya.
Taufik lebih setuju membina para talenta-talenta muda dari bawah secara langsung yang nantinya bisa terus berjenjang hingga level paling atas yang tentunya harus dikelola dengan baik oleh PSSI.
“Tapi menurut hemat saya harus di tata dari bawah yang sifatnya sudah langsung harus secara berkesinambungan, tadi kontinuitasnya harus dijaga, dan ini perlu memang PSSI tidak bisa berdiri sendiri,” katanya.
Taufik mengungkapkan PSSI bisa bekerjasama dengan unsur-unsur pemerintah dalam lingkup mencari peserta didik atau murid-murid yang memiliki bakat dan potensi untuk terus dikembangkan.
“Nah kemudian tentu juga bisa berhubungan dengan Kementerian Pendidikan, Pemerintah Provinsi dalam hal ini dinas pemuda dan olahraganya belum lagi dengan masyarakatnya,” jelasnya.
Tentunya, Taufik juga meminta agar sekolah sepak bola di daerah ikut dilibatkan dalam pencarian dan pembinaan para talenta muda.
“Dan kemudian bagaimana sekolah sepak bola ini bisa diberdayakan walaupun dalam konteks keorganisasian sering kali lepas oleh karena itu dalam konteks 10 tahun ke depan mestinya tidak boleh ada lagi konsep naturalisasi toh juga hasil yang kita capai belum sampai yang kita inginkan,” tuntas Taufik.