Jakarta, Gatra.com - Mantan Wakil Kepala Kepolisian RI (Wakapolri) Komjen Pol (Purn) Oegroseno menyayangkan ada sejumlah anggota Polri yang terjerat kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice). Ia menilai, perkara tersebut seharusnya dapat diselesaikan secara internal.
Sebagai informasi, selain Ferdy Sambo, ada enam anggota Polri yang harus terjerat kasus perintangan penyidikan dalam perkara pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Keenamnya adalah Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Irfan Widyanto, serta Baiquni Wibowo dan Chuck Putranto.
"Kalau dikaitkan dengan obstruction of justice itu, itu tugas Polri, terutama berkaitan dengan TKP. Kemungkinan satu, polisi lalai, atau tidak pengetahuan, atau enggak sengaja di TKP, itu jangan langsung [disangkakan] obstruction of justice. Jadi itu cukup dikaitkan dengan pelanggaran profesi, cukup ditangani internal saja," ujar Oegroseno ketika ditemui awak media usai bersaksi dalam persidangan Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, di PN Jakarta Selatan, Jumat (20/1).
Oegroseno pun menyayangkan bahwasanya perkara tersebut dibawa ke ranah pidana. Ia pun mengaku khawatir, apabila kesalahan penanganan perkara ke depannya serta-merta dikaitkan dengan perintangan penyidikan.
"Seperti ini kalau nanti dibawa ke pidana, kalau sampai terjadi penanganan kasus kecelakaan lalu lintas misalnya di jalan raya salah penanganan, obstruction of justice, itu yang saya khawatirkan," ujarnya.
Oegroseno mengaku, hingga saat ini, ia masih belum menemukan letak perintangan penyidikan yang dilakukan keenam anak buah Sambo dalam perkara pembunuhan tersebut, sebagaimana didakwakan kepada keenamnya.
"Di seluruh dunia pun tidak ada pelanggaran profesi masuk pidana," ujar Oegroseno.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu memandang, pelaksanaan proses kode etik sudah cukup untuk menangani perkara tersebut. Menurutnya, apabila pelanggaran dalam bertugas itu sudah terbilang berat, maka sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dapat diberikan kepada pelanggar tersebut.
“Ya dilaksanakan [proses] kode etik. [Kalau sanksi] kode etik bisa dianggap tidak layak, kemudian PTDH ya enggak masalah,” ucap Oegroseno, dalam kesempatan tersebut.