Home Hukum Ahli Psikiatri Forensik Sebut Taraf Kepatuhan Dapat Jadi Faktor Penentu Pengambilan Keputusan

Ahli Psikiatri Forensik Sebut Taraf Kepatuhan Dapat Jadi Faktor Penentu Pengambilan Keputusan

Jakarta, Gatra.com - Ahli Psikiatri Forensik Natalia Widiasih mengatakan bahwa taraf kepatuhan seseorang dapat menjadi salah satu faktor yang membuat seseorang dapat mengambil keputusan untuk melakukan suatu tindakan yang salah.

Hal itu Natalia utarakan saat ia memberikan keterangan yang meringankan untuk terdakwa perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J, Baiquni Wibowo.

"itu kalau kita lihat dari five-factor personality, merupakan salah satu yang bisa menyebabkan seseorang itu bisa melakukan suatu tindak putusan yang mungkin dinilai secara sosial tidak etis atau berlaku salah atau wrongdoing," ujar Ahli Psikiatri Forensik Natalia Widiasih, dalam persidangan Baiquni, Jumat (20/1).

Namun demikian, selain taraf kepatuhan, Natalia menyebut ada banyak faktor yang dapat memengaruhi seseorang dalam melakukan pengambilan keputusan. Salah satunya adalah taraf moral.

"Itu tingkat perkembangan moral juga sangat memengaruhi, selain taraf kepatuhannya tadi. Taraf perkembangan moralnya seperti apa orangnya? Kalau dia taraf perkembangan moralnya sudah taraf konvensional, tentunya dia akan tahu, mana yang benar atau salah," jelas Natalia.

Kendati begitu, menurutnya, seseorang tak serta-merta menjadi faktor semata wayang yang dapat menyebabkan menentukan keputusan yang tepat untuk diambilnya. Di samping kedua taraf tadi, ada pula budaya institusi atau cara seseorang dibesarkan yang juga ambil andil untuk memengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan.

Natalia mengatakan, apabila seseorang memiliki taraf kepatuhan yang tinggi, namun di sisi lain juga memiliki taraf kesadaran yang tinggi ketika ia menerima suatu perintah, maka individu tersebut akan cenderung mengalami dilema moral antara kedua taraf tadi.

"Konflik antara dorongan harus melakukan sesuatu yang secara moral, dia tahu belief-nya bahwa dia dididik untuk patuh, tapi di saat yang sama, ada dilema waktu orang ini merasa, ini salah, enggak sesuai sama aturan-aturan atau nilai-nilai yang dia punya, tentunya ini akan membuat seseorang itu biasanya melakukan kontemplasi," urai Natalia.

Dalam keadaan tersebut, kata Natalia, seseorang akan cenderung mencoba mengomunikasikan keraguannya itu, dan baru akan mengambil keputusan setelah mengira sejumlah faktor yang diperlukan untuk mengambil keputusan. Pada tahap inilah, warna budaya institusi turut andil dalam penentuan keputusan tadi.

Menurut Natalia, pada situasi budaya di mana otoritas harus diikuti, atau orang tersebut juga tidak memiliki pemahaman yang cukup untuk mendapatkan perlindungan ketika ia mengomunikasikan hal tersebut, seseorang akan cenderung mengikuti titah yang diturunkan kepadanya.

"Misalnya, lingkungan juga tidak mem-provide arahan apa yang harus dia lakukan, tentunya putusannya akan bisa kemungkinan berlaku mengikuti perintah atasan yang buruk tadi," ucapnya.

Di samping itu, Natalia juga mengatakan bahwa adanya tekanan juga dapat menjadi suatu faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan. Adapun, menurutnya, tekanan itu dapat disampaikan secara langsung ataupun didapatkannya berdasarkan pembelajaran sosial bahwa akan ada sanksi apabila ia tidak mengikuti arahan.

"Jadi, artinya, apapun yang dilakukan, ataupun apapun yang ada di aturan itu, akan diikuti, karena dia tahu ada konsekuensi negatif yang mengikuti, karena sudah dididik secara aturan," jelas Natalia, dalam persidangan Baiquni Wibowo.

264