Jakarta, Gatra.com - 16 Tahun Aksi Kamisan diperingati hari ini, Kamis (19/1). Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM), Yati Andriani, mengatakan momen ini dilakukan untuk terus mengingat dan mengusut kasus pelanggaran HAM di masa lalu.
"Hari ke-760 sejak 2007 sampai 2023. Hari yang mempersatukan kita kembali, memperteguh kita kembali untuk terus bersama-sama menyuarakan keadilan, untuk terus bersama-sama merawat ingatan, memelihara kemanusiaan," ujar Yati di hadapan massa aksi di depan Istana Negara, Kamis (19/1).
Sejak digelar pada 2007 lalu, Aksi Kamisan menjadi momentum bagi korban untuk menuntut keadilan. Menurut Yati, Aksi Kamisan berawal dari permintaan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara dan belum diusut tuntas.
Baca Juga: Peringati 16 Tahun Aksi Kamisan, Massa Gelar Aksi Diam
"Sepanjang ingatan saya, situasi Kamisan lahir dari kekecewaan, kemarahan, kesedihan para korban dan keluarga korban. Karena kian lama mereka berjuang sejak awal reformasi 1998, sampai sekarang, kekuasaan negara tetap terus membangun tembok tebal ketidakadilan di negara ini," jelasnya.
Selain itu, Yati mengatakan bahwa perasaan terlibat sebagai keluarga turut mendorong keluarga korban dalam upaya menemukan keadilan.
"Yang melahirkan Kamisan adalah situasi yang sangat personal. Situasi di mana para korban memiliki rasa cinta, rasa sayang terhadap anak keluarga yang menjadi korban, kemudian menjelma menjadi harapan keadilan," lanjutnya.
Baca Juga: Keluarga Korban Kasus Pelanggaran HAM Tuntut Pertanggung Jawaban Pemerintah
Yati menilai bahwa komitmen keluarga korban akhirnya membuat Aksi Kamisan terwujud setiap Kamis. Hingga kini, Aksi Kamisan telah digelar di 60 kota yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sejak awal diselenggarakan, Yati mengaku saat ini Aksi Kamisan telah bertransformasi menjadi ruang publik untuk menyuarakan isu-isu keadilan. Bukan terbatas pelanggaran HAM berat di masa lalu, melainkan isu-isu yang berdampak bagi masyarakat.
Untuk itu, ia menilai kepedulian masyarakat terhadap isu-isu yang meresahkan, termasuk penegakan HAM, harus terus disuarakan. Dengan begitu, perjuangan mendapat keadilan bisa terus berlanjut.
"Kamisan telah melampaui batas, sekat isu, generasi, wilayah. Apa pun itu, 16 tahun Kamisan semakin meyakinkan, bahwa sesuram apa pun ketidakadilan, maka perlawanan, perjuangan untuk keadilan kemanusiaan, tidak akan pernah padam. Kita akan tetap ada untuk keadilan," pungkas Yati.