Depok, Gatra.com – Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia atau The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) menggelar Konferensi Nasional Jurnalis Lingkungan Hidup (KNJLH+) pada 19 - 22 Januari 2023 di Wisma Hijau, Depok, Jawa Barat. Konferensi tersebut bertema “Darurat Krisis Iklim: Perkuat Jurnalisme Lingkungan di Tengah Krisis”.
Ini bertujuan menjawab tantangan tiga masalah utama yang telah menimbulkan dampak mengerikan dan kerugian pada hajat hidup masyarakat. Pertama, perubahan iklim. Kedua, polusi. Ketiga, ancaman terhadap keanekaragaman hayati.
Ketua Pelaksana KNJLH Andi Fachrizal mengatakan dalam konferensi ini, SIEJ menghadirkan berbagai kegiatan seperti talkshow, workshop, FGD, diskusi berbagai tema dengan menghadirkan 50 jurnalis dari seluruh Indonesia secara langsung di Wisma Hijau, Depok, Jawa Barat, serta ratusan anggota yang hadir secara online.
"Acara ini juga menjadi ajang silaturahmi dan penguatan organisasi, serta pemilihan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal SIEJ untuk tiga tahun mendatang," katanya di Wisma Hijau Depok, Jawa Barat, Kamis (19/1/2023).
Ia menegaskan, banyak tantangan yang akan dihadapi para jurnalis terutama yang berspesialisasi dalam liputan-liputan lingkungan hidup. "Hal ini perlu dijawab dengan peningkatan kapasitas jurnalis agar lebih paham melihat fenomena perubahan iklim saat ini," katanya.
SIEJ menghadirkan berbagai narasumber untuk konferensi ini. Dalam Green Editor Forum yang mengusung tema Implementasi Kebijakan Ekonomi Ramah Lingkungan dan Inklusif Secara Sosial, beberapa pembicara dihadirkan.
Mereka adalah Dr. Alin Halimatussadiah (LPEM FEB UI), Andhyta Firselly Utami (Environmental Economist dan Co-Founder Think Policy), Teguh Yudo Wicaksono (Mandiri Institute), dan Rezza Aji Pratama (Editor Katadata Green).
Di sisi lain SIEJ juga menggelar workshop dengan tema Kritis Meliput Transisi Energi: Implementasi Kebijakan Terhadap Energi Bersih. Sejumlah pembicara hadir pada sesi ini. Mereka adalah Vanessa Hildegard Harsamto (Project Officer CASE, IESR) dan Bagja Hidayat (Redaktur Eksekutif Tempo dan Pemimpin Redaksi Forest Digest).
Untuk Diskusi Kelompok Terpumpun, tema yang diusung adalah Strategi Masyarakat Sipil dan Media untuk Agenda Iklim Berdampak. Kegiatan ini diantar oleh Ahmad Pelor (Political Engagement EcoNusa) dan dipandu jurnalis senior dan pendiri SIEJ Harry Surjadi.
Selain kegiatan di atas, SIEJ turut menggandeng Lingkar Temu Kabupaten Lestari melalui talkshow dengan tema Mitigasi Bencana Berbasis Konservasi Ekosistem dan Tata Ruang. Adapun pembicara yang hadir adalah Bupati Sigi Mohamad Irwan (online), Prasinta Dewi (Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Gita Syahrani (Kepala Sekretariat LTKL), dan Yulia Astuti (Divisi Konservasi Kompas Peduli Hutan KOMIU Sigi).
LTKL menghadirkan penanggap aktif, yakni Ir. R. Anang Noegroho Setyo Moeljono, MEM (Plt Direktur Pangan dan Pertanian Kementerian PPN/Bappenas) serta Arfan Arlanda (CEO Jejak.in). Kegiatan lainnya adalah diskusi publik dengan tema: Kritis Meliput Biodiversity “Study Liputan Kolaborasi Media”.
Kegiatan ini menghadirkan para jurnalis peraih beasiswa, di antaranya Miftah Faridl (CNN Indonesia), Aryo Bhawono (Betahita), Dwi Reinjani (KBR), Vincent Fabian Thomas (Jakarta Post), Abdus Somad (Jaring.id), dengan pemantik diskusi Andi Muttaqien (Deputy Director Satya Bumi) dan Zenzi Suhadi (Direktur Eksekutif Nasional WALHI).
Di akhir acara, SIEJ menggelar ramah tamah dengan para pemimpin media, mitra, donor, dan para pemangku kepentingan, sekaligus memperkenalkan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal SIEJ terpilih.
Seperti diketahui, Laporan Konvensi Kerangka Kerja PBB Tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada 2022 menyebutkan, masalah polusi telah menyebabkan 4,2 juta kematian manusia setiap tahunnya. Indonesia termasuk ke dalam 10 negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia oleh World Research Institution yang berbasis di Washington.
Tercatat emisi gas rumah kaca yang dihasilkan di Tanah Air sebesar 965,3 MtCO2e atau setara dua persen emisi dunia. Sumber emisi tertinggi berasal dari deforestasi dan kebakaran hutan gambut yang kemudian diikuti oleh emisi dari pembakaran bahan bakar fosil untuk sumber energi.
Bencana iklim juga terbilang tinggi di Indonesia. Selama 2022 telah terjadi 3.531 kejadian bencana berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang didominasi bencana iklim hidrometeorologi. Dampak perubahan iklim di Indonesia berpotensi mendatangkan kerugian hingga Rp544 triliun (2020-2024) bila tidak ada intervensi kebijakan menurut Bappenas.