Jakarta, Gatra.com - Kuasa Hukum keluarga Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak, mengaku kecewa dengan tuntutan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada terdakwa Putri Candrawathi. Menurutnya, tuntutan tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban dalam pekara pembunuhan tersebut.
"Saya tidak mewakili korban atau keluarga, saya pun sebagai warga negara mendengarnya juga kecewa. Apalagi kalau saya harus berbicara mewakili klien kami dalam hal ini adalah keluarga korban," ucap Martin ketika ditemui awak media, di PN Jakarta Selatan, Rabu (18/1).
Martin mengatakan, keluarga Brigadir J mulanya bahkan mengaku tak setuju apabila Putri Candrawathi dituntut dengan pidana penjara seumur hidup. Namun demikian, JPU justru menuntutnya lebih ringan dari itu.
Baca Juga: Pengacara Brigadir J Berharap Putri Candrawathi Dituntut Hukuman Maksimal
"Seumur hidup saja keluarga korban tidak setuju, apalagi dituntut 8 tahun. Ini sangat tidak mencerminkan rasa keadilan bagi keluarga korban, bagi korban, dan bagi masyarakat, dan bagi warga negara Indonesia," imbuhnya.
Menurut Martin, peran Putri Candrawathi dalam perkara pembunuhan itu tidaklah pasif. Ia memandang, Putri aktif melakukan serangkaian perbuatan dalam perkara pembunuhan berencana tersebut.
"Berdasarkan fakta persidangan, ibu ini (Putri Candrawathi) memanggil Kuat Ma'ruf ke lantai 3 (rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling III) untuk merencanakan pembunuhan. Ibu ini juga yang menggiring almarhum ke (rumah dinas Sambo di) Duren Tiga. Padahal, katanya diperkosa. Kok, ada, orang diperkosa, sudah diperkosa, mau isoman (isolasi mandiri) bareng?" kata Martin keheranan.
Baca Juga: Pengacara Putri Candrawathi: Tuntutan Terdakwa Abaikan Kekerasan Seksual
Di samping itu, Martin juga menyebut Putri Candrawathi sudah mempersiapkan untuk mengganti pakaiannya pada saat penembakan. Dengan demikian, ia menilai bahwa Putri Candrawathi juga menginginkan kematian Brigadir J.
"Jadi kalau dia bilang dia tidak menginginkan Yosua mati, itu bohong, karena memang dia menginginkan Yosua mati," tegasnya.
Terlebih, menurut Martin, tuntutan yang diberikan JPU kepada Putri tidak sesuai dengan konteks yuridis dari Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), di mana hanya ada tiga ancaman hukuman bagi para pelanggar pasal tersebut.
Baca Juga: JPU Tuntut Putri Candrawathi Hukuman 8 Tahun Penjara
"Kalau kita berbicara konteks yuridis Pasal 340 (KUHP), apa sih ancaman hukumannya? [Pidana] mati, seumur hidup, [penjara] 20 tahun. Ini boro-boro tiga ini, [malah] 8 tahun," ujar Martin kecewa.
Ia memandang, pemberian tuntutan yang ringan kepada Putri berpotensi membuat masyarakat menganggap bahwa pembunuhan berencana bukanlah suatu kejahatan serius. Padahal, pembunuhan berencana itu merupakan suatu perkara serius, sehingga negara harus memberikan hukuman berat pada pelakunya, untuk mencegah terjadinya hal yang sama terulang kembali.
"Ini apa-apaan, pembunuhan berencana cuma 8 tahun? Kalau menurut saya, sudah bebaskan saja lah! Bebaskan saja! Daripada dituntut 8 tahun, bebaskan saja sudah. Lebih bagus bebaskan saja," pungkas Martin, dengan disahuti sorakan dari simpatisan Bharada E.
Baca Juga: Pengacara Bharada E Berharap Tuntutan JPU ke Kliennya Tak Lebih Tinggi dari Terdakwa Lain
Untuk diketahui, dalam sidang pembacaan tuntutan hari ini, Rabu (18/1), JPU menuntut majelis hakim untuk menyatakan bahwa Putri Candrawathi telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu.
JPU pun menuntut majelis hakim memberikan sanksi pidana 8 tahun penjara bagi Putri Candrawathi.