Jakarta, Gatra.com - Nilai impor Indonesia pada Desember 2022 tercatat mengalami kenaikan 5,16% secara bulanan (month to month/mtm) menjadi US$19,94 miliar. Peningkatan impor didominasi komoditas non migas yang naik 3,6% mtm, salah satunya disumbang impor kereta untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono membenarkan, kenaikan nilai impor pada Desember 2022 salah satunya disebabkan oleh impor kereta api dan bagiannya (kode tarif: HS 86).
Ia menyebut impor kereta dan bagian RI pada periode akhir tahun lalu tercatat naik signifikan hingga 605,06% mtm. Adapun impor kereta dan bagiannya tersebut berasal dari Tiongkok.
Baca Juga: Pendanaan Proyek Kereta Cepat Jakarta - Surabaya Diupayakan Tak Sentuh APBN
"Jadi kalau lihat di catatan kami, itu impor kereta bulan Desember 2022 memang diperuntukan untuk KCJB," ujar Margo dalam konferensi pers, Senin (16/1).
Adapun secara tahunan, Tiongkok menempati urutan pertama sebagai negara asal impor RI. BPS mencatat sepanjang tahun 2022, nilai impor RI dari Tiongkok telah tembus US$67,16 miliar atau menyumbang 34,07% dari total impor nonmigas RI.
Diketahui, selama pengerjaannya, proyek KCJB telah mendapat suntikan penyertaan modal negara (PMN) hingga Rp7,3 triliun yang berasal dari APBN. Proyek transportasi yang ambisius itu ditargetkan rampung dan mulai beroperasi di Juni tahun 2023 mendatang.
Baca Juga: Diguyur PMN Rp3,2 Triliun, KAI Yakin Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Rampung Juni 2023
Adapun berdasarkan perhitungan pihak Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), proyek kereta yang akan meluncur dari stasiun Halim di Jakarta ke stasiun Padalarang ini baru akan balik modal di tahun 2061, atau 38 tahun sejak mulai beroperasi di tahun ini. Perhitungan itu dengan asumsi harga tiket Rp350 ribu, dan rata-rata mengangkut 30 ribu penumpang per hari.