Palembang, Gatra.com – Menginjak awal tahun 2023, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel), mengingatkan kepada Wali Kota (Wako) Palembang, untuk serius mengurus persoalan banjir dampak buruknya tata kota.
Kepala Divisi Kampanye Walhi Sumsel, Irva Wike Aprisa, kepada gatra.com Sabtu (14/1) menyampaikan, dalam meningkatkan pembangunan yang dilakukan Wako Palembang, Harnojoyo dianggap lemah terhadap terhadap pengelolaan tata ruang, daya dukung dan daya tampung kota Palembang.
“Pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) secara sporadis namun lemah pengawasan dan pelaksanaan fungsi kontrol, sehingga kecenderungan para pengembang menimbun rawa, pembangunan tanpa memperhatikan kewajiban untuk menjaga daya tampung dan daya dukung lingkungan berupa tata kelola ruang terbuka hijau, rawa konservasi sebagai resapan air alami, tata kelola sistem drainase, dan pengelolaan sampah,” ujarnya.
Menurutnya, jika tidak segera dibenahi karut marut tata kelola ruang, ancaman banjir akan selalu melanda ‘wong kito’ setiap tahunnya. Cuaca ektrem dampak dari perubahan iklim beberapa tahun terakhir menyebabkan curah hujan tinggi.
“Tata kelola ruang di Kota Palembang, haruslah diprioritaskan ketika membuka keran investasi pembangunan perumahan untuk pemukiman, hotel dan lainnya,” kata Irva.
Kepala Divisi Hukum dan HAM Walhi Sumsel, Yusri Arafat menyampaikan, karut marut tata kelola ruang tidak terlepas dari lemahnya pengawasan serta komitmen pemerintah terhadap lingkungan hidup. Ia menilai kepala daerah (Wako Palembang) hanya terfokus untuk menunjang masuknya investasi.
Sebagaimana diketahui, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa, Pasal 5 ayat (1) menegaskan ‘Rawa yang telah ditetapkan sebagai rawa konservasi seluas 2.106,13 Ha, dilarang untuk dialih fungsikan peruntukannyaI’.
“Tapi fakta di lapangan, dari 2.106,13 ha yang diamanatkan oleh Perda, justru berkurang menjadi 1.903,53 ha. Kemungkinan berkurangnya terus terjadi, keran investasi dibuka sementara lahan tidak ada, akibatnya alihfungsi raw aitu yang terjadi,” katanya.
Sebuah ironi sambungnya, lahan konservasi dikonversi atau dibangun menjadi hotel, industri, kolam retensi, pemukiman, perkantoran, serta pusat perekonomian. Belum lagi dari sisi tidak taatnya pengembang terhadap penataan ruang kota Palembang.
“Wali Kota Palembang harus berkomitmen dan tegas dalam menerapkan aturan. Pemeritah juga harus peka mengatasi ancaman bencana banjir,” katanya.
Pada kesempatan ini, Walhi menguraikan jenis bangunan dan luasan yang bercokol di area rawa konservasi dari hasil peta landscape Kota Palembang 2022, meliputi: perhotelan 2,60 ha; industri 22,18 ha; kolam retensi Jakabaring, 20,80 ha; pemukiman warga 96,54 ha; pengembang perumahan, 248,89 ha. Sementara tutupan rawa konservasi yang mencapai 1.903,53 ha, berupa belukar, sawah dan tambak.