Home Hukum Kejagung Periksa Direktur Fiberhome Technologies soal TPPU BTS Kominfo

Kejagung Periksa Direktur Fiberhome Technologies soal TPPU BTS Kominfo

Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Direktur PT Fiberhome Technologies Indonesia, HL, dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dari korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020–2022.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Jumat (13/1), menyampaikan, jaksa penyidik pidana khusus memeriksa yang bersangkutan sebagai saksi.

Selain itu, lanjut Ketut, penyidik memeriksa satu orang saksi lainnya dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang tersebut. Saksinya adalah Sales Director PT Fiberhome Technologies Indonesia, DM.

Baca Juga: Pascatetapkan 3 Tersangka, Kejagung Periksa 3 Direksi soal TPPU BTS 4G Kominfo

“Kedua orang saksi diperiksa untuk tersangka AAL, tersangka GMS, dan tersangka YS,” ujarnya.

Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana asal, yakni korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020–2022.

Sebelumnya, Kejagung menetapkan 3 tersangka kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Tahun 2020–2022.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi, di Jakarta, Rabu (4/1), mengatakan, ketiga tersangkanya di antaranya Direktur Utama (Dirut) BAKTI Kementerian Kominfo, AAL.

Sedangkan dua tersangka lainnya, adalah Direktur Utama (Dirut) PT Mora Telematika Indonesia, GMS; dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, YS.

Adapun peran para tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Kominfo ini, yakni:

1. Tersangka AAL

Tersangka AAL telah dengan sengaja mengeluarkan peraturan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menutup peluang para calon peserta lain sehingga tidak terwujud persaingan usaha yang sehat serta kompetitif dalam mendapatkan harga penawaran.

“Hal itu dilakukan dalam rangka untuk mengamankan harga pengadaan yang sudah di-mark-up sedemikian rupa,” katanya.

2. Tersangka GMS

Tersangka GMS secara bersama-sama memberikan masukan dan saran kepada tersangka AAL ke dalam Peraturan Direktur Utama beberapa hal yang diketahui dimaksudkan untuk menguntungkan vendor dan konsorsium serta perusahaan yang bersangkutan yang dalam hal ini bertindak sebagai salah satu supplier salah satu perangkat.

3. Tersangka YS

Tersangka YS secara melawan hukum telah memanfaatkan Lembaga HUDEV UI untuk membuat kajian teknis yang senyatanya kajian tersebut dibuat oleh yang bersangkutan sendiri.

“Kajian teknis tersebut pada dasarnya adalah dalam rangka mengakomodir kepentingan tersangka AAL untuk dimasukkan ke dalam kajian sehingga terjadi kemahalan harga pada OE,” ujar Kuntadi.

Kejagung langsung menahan tersangka AAL, GMS, dan YS selama 20 hari untuk mempercepat proses penyidikan kasus dugaan korupsi yang membelit mereka. Penahanan terhitung sejak 4 Januari sampai dengan 23 Januari 2023.

Penyidik menahan AAL dan YS di Rumah Tahanan (Rutan) Negara Salemba Cabang Kejagung. Sedangkan GMS ditahan di Rutan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).

Baca Juga: Kejagung Tetapkan 3 Tersangka Korupsi BTS Kominfo, Ini Peran Mereka

Kuntadi menyampaikan, Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung pada hari yang sama menggeledah 4 lokasi yang merupakan tempat tinggal atau rumah ketiga orang tersangka untuk memperkuat penyidikan.

Kejagung menyangka AAL, YS, dan GMS melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kejagung kemudian mengembangkan kasus tersebut. Hasilnya, Kejagung menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya dugaan tindak pidana pencucian uang.

1067