Jakarta, Gatra.com - Sepanjang 2022, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan 793 perlindungan terhadap terlindung kasus kekerasan seksual. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, saat LPSK melindungi 547 terlindung.
Wakil Ketua LPSK, Livia Istania, mengatakan bahwa dari banyaknya kasus kekerasan seksual, sebagian besar terjadi di ruang yang seharusnya aman bagi korban, seperti rumah, lembaga pendidikan, hingga tempat kerja. Selain itu, ia menyatakan bahwa kebanyakan pelaku juga merupakan sosok yang dekat atau mengenal korban.
Adapun perlindungan yang diberikan kepada korban salah satunya adalah melalui bantuan psikososial. Hal ini, menurut Livia, bertujuan untuk membantu meringankan beban psikologis dan mencegah reaksi psikologis negatif yang muncul pasca kejadian berkembang menjadi lebih buruk.
Baca Juga: LPSK Terima 7.777 Permohonan Perlindungan Sepanjang 2022
"Kita bicara soal rumah, lembaga pendidikan, ternyata bukan tempat yang aman. Kita kerja sama dengan BUMN, pihak lain, untuk memberikan psikososial karena pelaku berhubungan dengan korban," katanya dalam diskusi bertajuk "Menembus Batas, Refleksi Kerja Perlindungan 2022, Membangun Lompatan di 2023" di Kantor LPSK, Jumat (13/1).
Selain fokus perlindungan sosial, Livia menerangkan bahwa disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual turut mempertegas perlindungan yang bisa diberikan kepada korban. Adapun bentuk perlindungan lain yang bisa diberikan meliputi perlindungan fisik, perlindungan hukum, hingga perhitungan restitusi.
Dalam kasus pelecehan anak di Pondok Pesantren Shiddiqiyah Jombang, misalnya, perlindungan darurat diberikan kepada korban. Hal ini didasarkan atas pertimbangan keselamatan menyangkut ancaman fisik dan atau jiwa dari saksi atau korban. Pasalnya, intimidasi dialami para korban yang tersebar di berbagai kota.
Baca Juga: LPSK: Ungkap Penyebab Jumlah Terlindung Kasus Terorisme Meningkat Pada 2022
Livia mengatakan bahwa dalam penanganan kasus kekerasan seksual, keterlibatan para pihak diperlukan untuk mendukung korban. Selain itu, perlindungan korban dalam proses hukum yang berjalan juga harus menjadi perhatian bersama.
"Kita mendengar betapa korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh anggota keluarga, pasangan sendiri. Ini sangat mengerikan. Maka, perlu kerja sama denga seluruh pihak terkait dalam mengatasinya," pungkasnya.