Jakarta, Gatra.com - Komisi Yudisial (KY) menilai rangkaian Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Mahkamah Agung (MA) sebagai pukulan telak bagi peradilan di Indonesia. KY juga menilai langkah hukum serta respons atas sederet kasus suap dan transaksi perkara tersebut, juga memberi banyak pelajaran berharga.
KY menilai ada beberapa hal yang perlu dibenahi dalam sistem penanganan perkara di MA. Hal itu demi mengikis potensi suap dan transaksi perkara, yang termasuk dalam pelanggaran serius terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
“Salah satu titik rawan korupsi adalah terbatas dan tertutupnya informasi tentang hasil dari proses tertentu dalam penanganan perkara di MA. Keterbatasan (atau) ketertutupan informasi tersebut akan menggoda pihak berperkara untuk melakukan komunikasi, dan pendekatan tambahan dengan pihak-pihak di MA, termasuk oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab," kata Anggota Komisi Yudisial sekaligus Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Binziad Kadafi, di Jakarta, Rabu (11/1).
Baca Juga: Komisi Yudisial Ungkap Pola Korupsi Sejumlah Hakim MA
Tak hanya melakukan tindak jual beli informasi yang seharusnya bahkan dapat diperoleh secara normatif, lanjut Binziad, komunikasi dan pendekatan tambahan yang tidak resmi itu juga dapat diselewengkan dan diklaim hingga ke pengaturan isi putusan.
"KY mengapresiasi dan memberi dukungan penuh bagi inisiatif MA pada awal Januari 2022, berupa penyempurnaan publikasi amar putusan pada Sistem Informasi Perkara (Info Perkara) di MA. Langkah ini meski kecil, tetapi punya arti strategis bagi penguatan transparansi dan integritas di MA," lanjut Kadafi.
Sebagai informasi, sejak 2007 silam, setiap amar putusan telah dipublikasikan MA, meski hanya memuat informasi singkat. Beberapa contohnya seperti "Tolak", yang artinya permohonan kasasi/PK ditolak Majelis Hakim; "Kabul", yang artinya permohonan kasasi/PK dikabulkan oleh Majelis Hakim; "Tolak Perbaikan", yang artinya permohonan kasasi/PK ditolak Majelis Hakim namun dengan perbaikan tertentu pada amar putusan pengadilan sebelumnya"; dan "NO (Niet Ontvankelijke Verklaard)", yang artinya permohonan kasasi/PK tidak diterima oleh Majelis Hakim Agung karena tidak memenuhi syarat formal.
Baca Juga: Jokowi Didesak Segera Reformasi Total MA
Namun, sekalipun mengacu pada putusan dan dipublikasikan di hari yang sama dengan waktu pengucapan putusan, KY tetap menilai bahwa informasi singkat tersebut belum memadai. Pasalnya, para pihak berperkara akan tetap mencari cara untuk mendapatkan informasi lebih detail. Pada saat itulah, KY menduga ada ruang terjadinya spekulasi dan transaksi yang potensial melibatkan atau bahkan dikait-kaitkan dengan hakim, sehingga dapat berujung pada pelanggaran KEPPH.
KY memandang, lewat perbaikan terhadap Info Perkara MA, dalam waktu dekat pencari keadilan dan publik dapat segera mengetahui inti dari amar putusan, meliputi ketentuan pidana yang diterapkan, lama penjara/kurungan, besarnya denda yang dijatuhkan, bahkan hingga penetapan status barang bukti, dan tidak hanya sebatas keterangan “Kabul” atau “Tolak Perbaikan” seperti sebelumnya.
“KY berkomitmen untuk terus mendukung berbagai pembenahan yang dilakukan MA dalam mencegah korupsi serta mewujudkan peradilan yang bersih dan mandiri," katanya.