Jakarta, Gatra.com - Aksi “koboi” berupa beberapa kali penembakan ke udara di area wisma dan perkebunan sawit PT Berkala Maju bersama (PT. BMB) di kecamatan Manuhing, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, pada awal November 2022 yang membuat ketakutan karyawan setempat kembali mencuat di media massa.
Cornelis Natau Anton (CNA) yang terlihat memegang senjata api setelah suara tembakan terdengar ternyata adalah napi kasus korupsi yang menyeret nama Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar beberapa waktu lalu.
Penelusuran yang dilakukan, ternyata Cornelis yang berstatus pengusaha dan Hambit Bintih, Bupati Gunung Mas terpilih ketika itu dinyatakan bersalah menyuap Akil Mochtar. Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Kamis, 27 Maret 2014 lalu, Cornelis Nalau Antun divonis pidana penjara 3 tahun, denda Rp 150 juta, subsider 3 bulan kurungan. Perkara ini berlatar belakang pemberian duit kepada Akil Mochtar terkait perkara gugatan sengketa Pilkada di Kabupaten Gunung Mas.
Peristiwa penembakan yang terjadi tanggal 5 November 2022 ini sempat ditangani Polres Gunung Mas namun dinyatakan hanya kesalahan administratif dan bukanlah tindak pidana. Kuasa hukum PT BMB, Baron Ruhat Binti menyampaikan sebelum aksi koboi tersebut terjadi, Cornelis yang berstatus pemegang saham 3 persen di PT. BMB telah diberhentikan dari sebagai salah satu direktur di perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan sawit tersebut. Baron memastikan pencopotan Cornelis dari jabatan strategis tersebut melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Baron menerangkan, aksi koboi tersebut diduga kuat sebagai intimidasi dilakukan oleh Cornelis kepada PT BMB. Merasa aneh dengan hasil penyelidikan Polres Gunung Mas yang menyatakan tidak ada unsur pidana dalam peristiwa tersebut, Baron selaku kuasa hukum PT BMB, Senin, 9 Januari telah mengajukan perlindungan hukum ke Bareskrim Polri terkait kasus tersebut. Tak hanya itu, pihaknya sudah melapor ke Divisi Propam Polri terkait dugaan ketidakprofesionalan penyidik dalam kasus ini.
Baron menambahkan, dampak dugaan teror oleh Cornelis membuat karyawan dan petinggi PT BMB ketakutan, sehingga aksi penjarahan buah sawit di area Kebun PT BMB serta penguasaan Mes milik PT BMB oleh orang–orang yang diduga terkait dengan Cornelis, masih berlangsung sampai sekarang. Hal itu lantaran pihak perusahaan takut mengambil tindakan sebagaimana aturan yang berlaku.
“Semua dugaan tindak pidana tersebut, mulai dari penjarahan buah sawit dan didudukinya mes oleh orang-orang yang terkait dengan Cornelis, sudah dilaporkan ke Polres Gunung Mas, tetapi sampai saat ini, tidak ada tindakan hukum dari Polisi”, kata Baron dalam keterangannya, Selasa malam (10/1/2023).
Secara terpisah, Kasat Reskrim Polres Gunung Mas AKP John Digul Manra meyakinkan pihaknya telah menangani kasus tersebut sesuai SOP. Digul bahkan menyampaikan tidak ada laporan resmi diterima pihaknya dalam kasus ini sehingga penyidik menangani kasus ini berupa laporan informasi dari masyarakat.
"Ya enggak apa-apa (laporan ke Propam Polri), silakan saja. Tapi kan kita sudah bekerja sesuai SOP. Itu kan sudah kita gelarkan juga, kita gelarkan di polres kita gelarkan di polda," kata Digul dalam jawaban resminya.
"Jadi kita sampaikan sama pengacaranya silakan melapor secara resmi, tapi mereka enggak datang, akhirnya kita buat produk laporannya itu berupa laporan informasi dari masyarakat tetapi penangannya tetep kita tindak lanjuti," timpalnya seraya menuturkan pihanya telah memintai keterangan 5 orang saksi dan tiga ahli dalam kasus tersebut.
Terkait pernyataan mengenai tidak adanya laporan resmi, Baron menceritakan usai dirinya mendapat informasi mengenai adanya insiden penembakan di areal PT BMB, ia kemudian menghubungi Kasat Reskrim Polres Gunung Mas.
“Usai saya berkomunikasi dengan Kasat Reskrim Polres Gunung Mas, perusahaan kemudian mengutus salah seorang karyawan bernama Sumardi mengantar Sugiman yang mendengar suara tembakan dan menyaksikan Cornelis menenteng senjata api untuk melapor ke kantor polisi terdekat. Namun setibanya di Polsek Manuhing, Sugiman yang sempat merasa takut hanya dimintai keterangan tanpa diberikan tanda bukti melapor,” jelas Baron.
Sementara itu, pegiat Anti Korupsi, Saor Siagian menyoroti pentingnya pengawasan atas pemberian izin pemegang senjata api terhadap para terpidana, khususnya yang memiliki latar belakang terlibat kasus extra ordinary crime, salah satunya tindak pidana korupsi. Pemilik senjata api ditekankannya harus memenuhi berbagai syarat, salah satunya kondisi kejiwaan yang baik.
“Walaupun yang bersangkutan memiliki izin yang sah terkait senjata api, karena ia mantan napi koruptor , setidaknya ia tidak berkelakuan baik dan semestinya tidak layak untuk memiliki izin senjata api, karena sangat berbahaya, buktinya ia gunakan bukan untuk melindungi dirinya, tetapi untuk melakukan dugaan tidak pidana, “ beber Saor.
Sesuai dengan pemberitaan di media massa yang mengatakan adanya sengketa dengan pihak perusahaan BMB, Saor berpendapat polisi sepatutnya menyelidiki lebih dalam atas dugaan tindak pidana berupa teror atau intimidasi sebelum menyimpulkan hanyalah kesalahan administrasi.