Jakarta, Gatra.com – Pelestarian keanekaragaman hayati harus terus digalakkan. Akademisi sekaligus Ketua Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI), Budi Setiadi Daryono, mengatakan bahwa akademisi dan pendidikan tinggi turut berperan dalam upaya menjaga keberlanjutan keanekaragaman hayati di Indonesia.
"Tugas kami sekarang lebih lagi, melalui sistem pendidikan, kurkikulum, maupun praktisi. Kami ingin menjadi salah satu pioneer, universitas atau perguruan tinggi menghasilkan generasi untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati," ujarnya dalam acara bertajuk "Mengukur Keanekaragaman Hayati untuk Transfer Fiskal Berbasis Ekologi" di Jakarta, Selasa (10/1).
Baca Juga: KOBI: Kompensasi Tragedi Raja Ampat Terlalu Kecil
Menurutnya, pendidikan merupakan salah satu cara menjaga alam terus berkelanjutan. Dengan memberikan pemahaman kepada generasi selanjutnya bagaimana peran penting alam dalam kehidupan manusia, maka generasi baru akan terus berupaya menjaga alam.
Selain itu, Budi menerangkan peran akademisi dalam hal ini yakni dengan mengumpulkan database terkait keanekaragaman hayati yang nantinya bisa digunakan sebagai basis pengetahuan maupun dalam mengambil kebijakan. Melalui KOBI, upaya ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder, sebab inisiasinya dimulai saat pandemi.
"Mungkin langkah kami kecil, tapi sudah mulai. Kurasi data berbasis data digital yang ada, dari jurnal, kita bisa melihat ini upaya baru di Indonesia," katanya.
Selama 2020, pihaknya telah mengumpulkan 3.160 data dari 195 referensi data digital. Pada tahun selanjutnya, jumlahnya meningkat menjadi 4.897 data dari 230 referensi yang ada.
"Data ini kalau dilihat sebarannya dari seluruh Indonesia. Kami optimistis ke depan dengan bantuan stakeholder untuk bisa menentukan metode seperti apa, plotnya, bagaimana evaluasi data untuk berperan ke depan," terangnya.
Basis data ini akan terus diperbaiki mulai awal tahun ini. Validasi data yang telah dikumpulkan juga akan dilakukan, dengan melibatkan ahli dan menyiapkan lokasi petak permanen untuk pemantauan jangka panjang. Selanjutnya, data yang diambil langsung dari lapangan akan menjadi data primer keanekaragaman hayati Indonesia.
"Kami berharap sampai 2025 selesai, ada data representatif, gabungan data digital dan data primer," lanjutnya.
Dalam mengumpulkan data, Budi menyebutkan, telah melibatkan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Hal ini dilakukan sekaligus untuk memupuk kesadaran bagi generasi selanjutnya dalam upaya mempertahankan keberagaman hayati di Indonesia.
Berdasarkan data WWF, 69% keanekaragaman hayati di seluruh dunia menurun pada periode 1970–2018. Lebih spesitik, laporan jumlah biodiversitas di Asia turut menurun sejumlah 55% di periode yang sama.
Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki jumlah keanekaragaman hayati yang melimpah. Budi menerangkan bahwa hal itu harus terus dipertahankan, sebab akan sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia.
Baca Juga: KKP Sukses Budidaya King Kobia, Siap Dilepas ke Pembudidaya
Penurunan jumlah keanekaragaman hayati harus ditekan, agar tren penurunan tidak berlanjut. Untuk itu, ia meminta seluruh pihak bekerja sama demi keberlangsungan keanekaragaman hayati yang ada.
"Alam harus lestari, sustain, karena alam dipinjamkan ke kita. Perlu kebersamaan, upaya bersama, kalau tidak, gimana anak cucu nanti? Kalau berhasil kita bisa mengembalikan itu, kuncinya kolaborasi dan sinergi," katanya.