Jakarta, Gatra.com-Politisi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Sitorus menanggapi pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang sempat membocorkan kriteria calon presiden yang diumumkan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Kriteria tersebut berisi dapat meneruskan dan mewariskan nilai-nilai perjuangan dari Soekarno dan presiden Joko Widodo, dimana hal ini dianggap sebagai kisi-kisi yang sudah mengerucut.
“Kalau itu bukan kisi-kisi, ya. Itu fundamental buat kita,” kata Deddy dalam diskusi akhir pekan Polemik MNC Trijaya bertajuk '2023 Tahun Turbulensi Politik' yang digelar secada daring, Sabtu (7/1).
Baca juga: PDIP Soal Capres yang Bakal Diusung: Saat Ini Masih Jadi Pejabat Publik
Deddy mengungkap alasan menjadi fundamental karena bagi PDI-P, apa yang menjadi cita-cita dari Bung Karno satu tarikan nafas hingga hari ini yang menjadi ideologi dan platform Program PDI-P.
Nah, ia berharap apa yang dikerjakan oleh Jokowi selama 10 tahun setidaknya itu merupakan framework berpikir dari kerangka ideologi yang selama ini dipegang partai. Meski begitu, ia mengakui fundamental tersebut di dalam pelaksanaannya masih banyak yang belum sempurna kadang-kadang dikarenakan situasi eksternal dan internal.
Trah Soekarno dan Potensi Polarisasi
Saat ditanyakan apakah calon Presiden yang diusung PDIP harus dari trah Soekarno, Deddy menjawab tidak. Joko Widodo sendiri jelas bukan berasal dari trah Soekarno. PDIP juga menurutnya sudah memiliki sistem pengkaderan yang ajeg dan terbukti melahirkan banyak potensi-potensi pemimpin di tingkat daerah dan nasional.
“Yang pasti kita ingin menang, memastikan bangsa ini maju dan meneruskan apa yang sudah dibangun oleh Pak Jokowi. Kita masuk ke tema kita bagaimana PDIP melihat gambaran situasi politik pada tahun ini,” tuturnya.
Untuk itu Deddy menyampaikan publik tidak perlu terlalu khawatir jika di tingkat elit. Karena baginya, itu semua sesuatu yang dialami berkali-kali soal pemilu dan kontestasi.
“Yang kita masih sedikit merasa cemas itu memang polarisasi yang terjadi di bawah akibat munculnya kelompok-kelompok yang menunggangi demokrasi. Ini untuk menyuburkan polarisasi tadi yang berpotensi konflik,” imbuhnya.
Baca juga: Beberkan Kriteria Capres, Sekjen PDIP: Segera Diumumkan 2023
Deddy menilai polarisasi sangat tertuang pada masing-masing kontestan pemilu baik partai partai pengusung baik para elitnya baik para kader-kadernya dibawah. Ia menyarankan setiap pergantian kepemimpinan itu adalah bagian dari cara partai membangun peradaban politik yang lebih sehat dengan cara yang lebih fun dan biasa.
“Karena memang kita tidak bisa mengingkari. Karena polarisasi maupun pertengkaran yang luar biasa di media sosial itu tidak saja menjadi milik Indonesia, khas Indonesia. Di seluruh dunia juga terjadi persoalan-persoalan ini,” tandasnya.
Deddy menyinggung dunia belakangan ini mengarah kepada semakin kembalinya kelompok-kelompok primordial atau identitas sebagai amunisi politik, sehingga percakapan pergumulan program visi bersama menjadi hal-hal yang bersifat suplementer, bukan determinan.
“Ini yang mengkhawatirkan kita. Kenapa? Karena tidak ada jaminan kalau kita meneruskan polarisasi yang kental seperti itu. Itu akan membawa kita pada kemajuan bersama,” pungkasnya.