Jakarta, Gatra.com - Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo, kembali hadir dalam persidangan perkara perintangan penyidikan (obstruction of justice) pembunuhan Brigadir J, pada Kamis (5/1) kemarin. Ia hadir sebagai saksi mahkota dalam persidangan Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, dan Arif Rachman Arifin.
Ada tiga fakta penting yang Ferdy Sambo ungkapkan dalam persidangan tersebut. Ketiganya telah Gatra.com rangkum sebagai berikut:
1. Sambo Ungkap Alasan Tak Bocorkan Soal Skenario ke Hendra Kurniawan
Ferdy Sambo mengungkapkan alasannya tidak memberi tahu Hendra bahwa kronologi tembak-menembak antara Brigadir J dan Bharada E hanyalah skenarionya semata.
Sambo mengaku khawatir Hendra tidak akan mau turut ke dalam skenarionya jika mengetahui kondisi yang sebenarnya. Sebab, kepangkatan Hendra hanya berada satu pangkat di bawah Sambo.
"Ada potensi untuk tidak mengikuti skenario saya, sehingga saya tidak menyampaikan [pada Hendra]," kata Ferdy Sambo, dalam persidangan, Kamis (5/1).
Adapun pada saat masih aktif sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal), Hendra Kurniawan memiliki pangkat Brigadir Jenderal Polisi (Brigjen Pol), yang mana berada satu pangkat di bawah pangkat Sambo ketika dirinya masih menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri, yakni Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol).
Baca Juga: Bharada E Klaim Sambo Perintahkan 'Bunuh', Bukan 'Hajar' atau 'Back-Up'
2. Sambo Ungkap Tujuannya Tekan Arif Soal Kebocoran Rekaman CCTV Duren Tiga
Arif Rachman Arifin diketahui sempat menghadap Ferdy Sambo untuk mengabarkan padanya terkait rekaman kamera CCTV Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, yang menangkap momen Brigadir J masih hidup setelah Sambo tiba di tempat kejadian perkara (TKP) di rumah dinasnya itu.
Hal itu pun tak sesuai dengan perkataan Sambo mengenai skenario tembak-menembak yang ia ciptakan. Sebelumnya, Sambo mengklaim bahwa ia baru tiba di rumah tersebut setelah kejadian tembak-menembak selesai.
Oleh karena itu, Sambo pun sempat mengancam Arif Rachman dengan memberi tahunya, bahwa Arif beserta Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Ridwan Soplanit harus bertanggung jawab apabila rekaman tersebut bocor.
Alasannya berkata demikian, kata Sambo, agar Arif dan ketiga anggota kepolisian lainnya tak membocorkan isi rekaman CCTV itu kepada siapa pun. Namun, ia mengaku tidak memikirkan konsekuensi apa yang akan ia lakukan pada keempatnya apabila rekaman itu sampai benar-benar bocor.
"Saya tidak berpikir akan diapa-apakan, tapi secara psikis [perintah itu] pasti akan dilaksanakan [oleh mereka]," kata Sambo.
Baca Juga: Soal DVR CCTV di Duren Tiga, Agus Nurpatria Merasa Ngenes
3. Sambo Akui Kaget Dapat Kabar Bharada E Ubah BAP dari Jenderal Bintang Dua
Ferdy Sambo mengaku baru mengetahui bahwa Richard Eliezer alias Bharada E telah mengubah berita acara pemeriksaan (BAP) saat dihubungi oleh rekan satu angkatan Sambo di Akademi Kepolisian (Akpol) 1994, Kepala Divisi TIK Mabes Polri Irjen Pol Slamet Uliandi.
“Jadi di tanggal 5 Agustus saya ditelepon rekan saya pejabat utama di Mabes Polri, menyampaikan ‘Bro, ini Richard mengubah keterangan',” tutur Sambo, dalam persidangan tersebut.
"Saya bilang ‘Ubah keterangan apa?’. [Slamet bilang], 'Dia sudah membuat pernyataan dan dipanggil pimpinan Polri, bahwa senjata dia (Bharada E), kamu ambil dan kemudian kamu yang nembak semua Yosua'. Saya kaget, ‘kok bisa kaya gitu?'," imbuh Sambo.
Untuk diketahui, selain didakwakan atas kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo juga telah didakwa atas perkara perintangan penyidikan (obstruction of justice) dalam kasus pembunuhan Brigadir J, bersama dengan enam anggota Polri lainnya, yakni Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto, serta Baiquni Wibowo dan Chuck Putranto.
Ketujuhnya didakwakan atas Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.