Home Nasional Refly Harun Berikan 2 Perspektif, DPR Wajib Tolak Perppu Cipta Kerja

Refly Harun Berikan 2 Perspektif, DPR Wajib Tolak Perppu Cipta Kerja

Jakarta, Gatra.com – Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun memberikan dua perspektif mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.

“Saya memberikan dua perpektif. Satu, constitusional perspective. Dua, political perspective,” kata Refly di depan Gedung DPR, Kamis (5/1).

Bagi Refly, dari constitusional perspective, wajib hukumnya DPR menolak Perppu ini karena jelas merampas kewenangan legislasi DPR.

Baca Juga: Pro-Kontra Perppu Cipta Kerja, Benarkah Demi Kepastian Hukum?

“Perpu itu kalau dalam, misalkan kita bicara materinya. Dalam ihwal ada kepentingan yang memaksa. Oke, keluarkan perppu. Tapi enggak Perppu Omnibus Law yang pasalnya sampai berapa ratus, halamannya seribu lebih,” jelasnya.

Refly mengira kemungkinan ada hal kecil yang memang genting dan berguna ke depannya setiap saat. Tidak ada kondisi yang menggambarkan sebuah kondisi kegentingan untuk mernerbitkan Perppu Cipta Kerja. 

“Dari sisi materinya kan harusnya enggak bisa begitu. Tapi, kita tahu political prospective-nya kan DPR ikut saja apa kemauan Istana [pemerintah],” tuturnya.

Refly memprediksi kemungkinan akan ada dua partai yang menolak, yaitu PKS dan Demokrat. NasDem bergantung kepada posisi menterinya apakah diberhentikan atau tidak.

“Kalau menterinya ditendang, mungkin dia akan menolak juga. Tapi kalau menterinya belum ditendang, mungkin enggak akan menolak. Karena itu, secara politik, memang presiden tentu menghitung. Kalau seandainya lolos juga di DPR, ke MK,” tuturnya.

Refly menyampaikan, jika MK tidak membatalkan Perppu ini, sama saja MK memberikan kotoran di putusannya sendiri.

“Bayangkan, dia sudah memutuskan untuk memberikan waktu, time frame dua tahun agar Undang-Undang Ciptaker dibuat yang baru dengan proses yang partisipatif. Tiba tiba, muncul proses yang tidak jauh lebih baik daripada sebelumnya,” ucapnya.

Refly menyatakan, jika dahulu masih ada pembahasan soal Perppu Cipta Kerja tersebut, maka sekarang tidak ada pembahasan lagi dan diserahkan kepada subjektifitas presiden.

“Karena itu, harusnya MK untuk menegakkan marwah putusannya, dia kabulkan pembatalan perppu ini dan tetap perintahkan agar presiden dan DPR membahas rancangan Undang-Undang Cipta Kerja ini sampai tenggat waktu pengundangan tanggal 25 November 2023,” tandasnya.

Baca Juga: Sejumlah Pihak Uji Perppu Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi

Refly menganjurkan, perppu ini dijadikan sebagai RUU sehingga ada partisipasi masyarakat untuk terlibat di dalamnya sesuai dengan roh dari rule-making process.

Refly menyayangkan, MK saat ini payah dalam menentukan apapun, seperti Perppu dan persidential threshold. Ia mengaku pesimistis MK akan mengabulkna uji Perppu Cipta Kerja.

“Makanya saya bilang, dalam banyak hal saya mengatakan payah, maka sekarang, banyak hal hal yang semestinya dikabulkan, seperti misalnya presidential threshold yang sudah pasti bermasalah,” ujarnya.

209