Jakarta, Gatra.com – Kuasa hukum terdakwa Stanley MA, Otto Hasibuan, mengatakan, harusnya kliennya divonis bebas dalam perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya.
“Harusnya klien kami diputus bebas,” kata Otto dalam keterangan pers diterima pada Jumat (6/1), menanggapi vonis 1 tahun penjara terhadap kliennya yang diketok majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Otto beralasan demikian, karena menurutnya, ?Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, tersebut sesuai pernyataan hakim, tidak terbukti telah menyebabkan kerugian perekonomian negara.
Baca Juga: Korupsi Minyak Goreng, Eks Dirjen Daglu Divonis 3 Tahun Penjara dan Denda Rp100 Juta
“Tidak terbukti bersalah melakukan perbuatan seperti yang didakwakan JPU [Jaksa Penuntut Umum],” ujar Otto.
Ia menjelaskan, kliennya hanya selaku manajer di Permata Hijau Group dan tidak memiliki kewenangan untuk mewakili perusahaan. Selain itu, Stanley tidak pernah melakukan perbuatan mengekspor minyak goreng (migor).
“Tidak pernah memengaruhi dan atau memberikan uang atau hadiah apapun kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu),” ujarnya.
Atas dasar itu, Otto menyampaikan, bagaimana bisa orang yang tidak melakukan perbuatan pidana bisa dinyatakan bersalah. “Kasus ini terlalu dipaksakan,” ujarnya.
Lebih lanjut Otto menjelaskan soal dakwan bahwa perusahaan kliennya tidak memenuhi Domestic Market Obligation (DMO) sebagai salah satu persyaratan diberikannya izin ekspor, hal tersebut sudah terbantahkan di persidangan.
“Kita sudah membuktikan di pengadilan bahwa DMO yang dimaksud sebesar 20 persen dari jumlah ekspor sudah dipenuhi oleh Permata Hijau Group. Dengan kata lain, karena DMO sudah dipenuhi, maka izin ekspor sudah bisa diperoleh,” ujarnya.
Begitupun soal dakwaan bahwa Stanley memengaruhi Dirjen Daglu, Indra Sari Wisnu Wardhana, untuk mengeluarkan Perizinan Ekspor (PE), menurut Otto, tidak ada satu saksi pun yang dihadirkan di persidangan, menyatakan demikian. “Dengan kata lain, dakwaan tersebut harusnya gugur.”
Sedangkan untuk dakwaan JPU terkait terjadi perubahan rencana ekspor, menurut Otto, saat ini sudah serba daring (online), namun pemerintah tidak menyiapkan sistem untuk melakukan pelaporan.
“Kalau tidak ada sistemnya ya mau melapor ke mana? Dan lagi, tidak ada lagi kewajiban untuk melaporkan perubahan rencana ekspor karena peraturannya sudah dirubah,” katanya.
Menurutnya, ketiga dakwaan JPU terhadap Stanley tidak terbukti. Ia mengaku heran mengapa majelis hakim tetap menghukum kliennya.? Karena tidak terbukti, harusnya terdakwa dibebaskan dari segala tuntutunan JPU.
Sedangkan soal kelangkaan minyak goreng beberapa waktu lalu, Otto kembali menyampaikan, itu terjadi karena tidak konsisten dan berubah-ubahnya kebijakan pemerintah. Atas dasar itu, kenapa menyalahkan produsen atas kelangkaan tersebut.
“Bukankah pemerintah harusnya bersyukur bahwa produsen, meski di tengah pandemi tetap memproduksi migor? Kan tinggal bagaimana pemerintah mengaturnya saja,” katanya.
Baca Juga: Kejagung: Saksi Ungkap PHG Tak Penuhi DMO dan Ganti Migor Premium dengan Curah
Atas vonis tersebut, Otto mengatkan, pihaknya tengah mempertimbangkan untuk mengajukan langkah hukum banding. Sedangkan jika JPU mengajukan banding, pihaknya siap meladeni. “Saat ini semua sedang kita pertimbangkan,” ujarnya.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Stanley MA satu tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Menurut majelis, terdakwa Stanley MA terbukti melanggar dakwaan subsider JPU, yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.