Jakarta, Gatra.com - Memasuki tahun politik pada 2023, Pengamat politik sekaligus Koordinator TePi Indonesia, Jeirry Sumampow melihat bahwa nilai demokrasi dalam sistem demokrasi di Indonesia perlu dikembalikan. Hal ini tidak terlepas dari situasi terkini saat suara masyarakat tidak diakomodir kebutuhannya dalam perumusan kebijakan.
"Demokrasinya, mekanismenya digunakan, tapi nilai demokrasinya dibiarkan. Kita melihat kecenderungannya makin kuat, memanfaatkan mekanisme demokrasi untuk kepentingan mereka," ujarnya dalam diskusi yang digelar PARA Syndicate secara hybrid, Rabu (4/1).
Ia menilai bahwa demokrasi dilihat terlalu mekanik, semata-mata sebagai sebuah prosedur. Jeirry mengatakan bahwa saat ini, demokrasi semakin akut dibajak para elit. Salah satunya, dalam perumusan kebijakan omnibus law yang sampai saat ini terus menimbulkan kontroversi di masyarakat.
"Saya kira sistem demokrasi ini dianggap para elit terlalu mekanik. Karena dianggap seolah mekanisme, sehingga tidak dianggap perlu nilai di dalamnya," lanjutnya.
Jeirry menerangkan bahwa gambaran ini bisa dilihat dan dirasakan sebab kepentingan publik tidak menjadi fokus utama. Yang terjadi justru sebaliknya, yaitu adanya upaya menggunakan mekanisme demokrasi untuk kepentingan masing-masing.
"Karena seolah kita tidak bisa melakukan apa-apa untuk memperbaikinya kembali. Ini yang terjadi, mau melakukan apapun mentok sana-sini," lanjutnya.
Saat ini, menurutnya substansi demokrasi harus kembali ditonjolkan. Apalagi, memasuki tahun politik yang memerlukan penerapan demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai di dalamnya.
Praktik oligarki dan nepotisme juga harus diwaspadai. Ia menyatakan bahwa hal ini tidak sejalan dengan nilai demokrasi yang diharapkan mampu diwujudkan di Indonesia.
"Dalam koridor demokrasi sekarang, ini demokrasi bagai sebuah prosedur oke, tapi tanpa nilai, prinsip, dan substansi di dalamnya, sebetulnya akan dengan sendirinya menegasikan kepentingan rakyat banyak," pungkasnya.