Jakarta, Gatra.com - Ahli Hukum Pidana Universitas Hasanuddin, Said Karim, menilai tidak ada unsur berencana dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Hal itu ia utarakan saat menanggapi uraian kronologi peristiwa yang disampaikan oleh pihak kuasa hukum Ferdy Sambo terkait peristiwa jelang penembakan itu terjadi pada Jumat (8/7) silam.
Menurut kuasa hukum Sambo, klien mereka mulanya berniat untuk mengklarifikasi pernyataan Putri Candrawathi terkait pelecehan seksual yang disebutnya terjadi di Magelang, Jawa Tengah, pada Jumat (8/7) malam.
Namun, menurut kuasa hukum Sambo lagi, Sambo berubah pikiran saat ia melewati rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, saat akan bertolak ke kawasan Sawangan, Depok, untuk bermain badminton. Sambo akhirnya memutuskan untuk melakukan klarifikasi pada Brigadir J saat itu juga, hingga akhirnya terjadilah peristiwa penembakan itu.
"Saya tidak melihat adanya unsur berencana di situ, karena serta merta [Sambo] langsung berhenti, lalu kemudian hendak melakukan klarifikasi," ujar Ahli Pidana Said Karim, dalam persidangan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Selasa (3/1).
Namun demikian, Said mengembalikan penilaian akan kecenderungan tersebut pada kewenangan masing-masing pihak yang terlibat dalam proses persidangan atas perkara pembunuhan Brigadir J.
Hanya saja, Said mengatakan dalam konteks kesengajaan pada perkara pembunuhan berencana, diperlukan adanya perbuatan nyata yang dilakukan oleh seseorang dalam rangkaian kasus pembunuhan tersebut. Ia juga menegaskan bahwa untuk memenuhi unsur kesengajaan, pelaku harus menghendaki tewasnya korban dalam perkara pembunuhan tersebut.
"Harus ada perbuatan nyata dari pelaku, yang menyebabkan terjadinya kematian. Ada orang yang meninggal dunia, dan kematian ini memang dikehendaki dari pelaku," jelas ahli dari pihak Sambo itu.
Adapun dalam persidangan yang sama, Said juga menjelaskan bahwa Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juga mensyaratkan adanya waktu dan ketenangan dari diri pelaku saat suatu tindak pidana dilakukan.
Namun demikian, menurut Said, kondisi ketenangan Sambo jelang peristiwa itu perlu dipertanyakan. Mengingat, saat itu Sambo menerima kabar dari Putri Candrawathi yang mengklaim telah terjadinya tindak pelecehan seksual di Magelang, Jawa Tengah.
"Sejak [Sambo] mendapat pemberitahuan [pelecehan] tersebut, menurut pendapat saya sebagai ahli, dia sudah tidak salam keadaan tenang, tetapi berkait tenang tidak tenang adalah aspek kejiwaan. Maka, itu adalah [seharusnya] dijelaskan oleh ahli psikologi forensik," tutur Said.