Jakarta, Gatra.com - Ahli Hukum Pidana Arif Setiawan mengungkapkan sejumlah cara untuk mendeteksi adanya kesepahaman pemikiran (Meeting of mind) dari pihak-pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana. Menurutnya, hal itu dapat tampak dari perbuatan serta sikap batin dari orang tersebut.
"Satu, meeting of mind dalam bentuk, bisa dilihat dari sisi luar perbuatannya, apa saja yang dilakukan, itu kan bisa dibuktikan. Yang kedua, yang berkaitan dengan kesepahaman itu adalah yang berkaitan dengan sikap batinnya," ujar Arif Setiawan, saat memberikan keterangan sebagai ahli yang meringankan dalam persidangan Kuat Ma'ruf, Senin (2/1).
Arif pun mengatakan bahwa kedua hal tersebut saling berkaitan. Pasalnya, apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan kesengajaan, maka akan ada hubungan antara sikap batin dan perilaku seseorang.
"Nah meeting of mind itu sikap batin dengan perbuatan dari masing-masing peserta (tindak pidana) mesti menuju pada hal yang sama, yaitu terwujudnya delik," ujarnya.
Menurut Arif, sikap batin itulah yang harus digali dalam diri terdakwa. Pasalnya, hal itu kelak membuktikan perilaku serta pemikiran seorang terdakwa pada saat melaksanakan suatu perilaku, dalam rangkaian tindak pidana yang terjadi.
"Jadi, dengan demikian pembuktiannya ada pada diri pelaku. Apa yang dia ketahui mengenai hal itu, mau tidak mau kan memahaminya dari situ," kata Arif.
Selain itu, dalam konteks di mana seorang terdakwa tak mau mengakui tindak pidana yang ia lakukan, maka hal tersebut dapat didalami dengan alat-alat bukti lain yang dapat menjelaskan sejauh mana keterlibatan, pengetahuan ataupun keinsyafan pelaku dalam suatu peristiwa pidana.
"Karena pengakuan berarti hanya satu alat bukti, yaitu keterangan terdakwa. Berarti, tetap diperlukan alat bukti yang lain, [karena] bahkan dengan pengakuan saja juga tidak cukup," tutur Arif.
Ia pun menyebut bahwa Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada dasarnya memberikan kesempatan agar pembuktian dapat dilakukan dengan alat bukti selain keterangan terdakwa. Namun demikian, ia menggarisbawahi bahwa penilaian dalam persidangan pada hakikatnya dilakukan oleh majelis hakim.
"KUHAP memberikan jalan keluarnya berkaitan dengan tadi kalau [hanya ada] satu saksi, itu bisa menggunakan alat bukti yang lain untuk menguatkan keterangan saksi yang hanya satu. [Oleh] karena itulah, masuk di unsur penilaian, karena yang bisa menilai itu ada kaitannya dengan saksi itu adalah hakim," pungkasnya.
Sebelumnya, Arif Setiawan mengatakan bahwa tak semua orang yang berada di suatu tempat kejadian perkara (TKP) pada saat terjadinya suatu peristiwa pidana dapat disebut turut serta dalam tindak pidana itu. Menurutnya, perlu ada pendalaman lebih lanjut untuk melihat apakah seseorang memiliki kesepahaman pemikiran (Meeting of mind) dengan pelaku kejahatan pada suatu perkara tersebut.