Jakarta, Gatra.com - Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono menyebut perang harga premi antar perusahaan asuransi kredit menjadi semakin tidak sehat. Para perusahaan berlomba menawarkan premi rendah kurang dari satu persen.
"Ini kami anggap tidak sehat, sementara kita tahu untuk kredit itu default di kisaran 2-3 persen," ungkap Ogi dalam konferensi pers awal tahun secara virtual, Senin (2/1).
Ogi mengatakan, dalam jangka panjang premi yang rendah membuat perusahaan asuransi tidak mampu membayar klaim yang ditagihkan ke bank. Ogi pun berujar, pihaknya tengah pengkaji soal batas minimal premi asuransi kredit.
Data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) melaporkan total klaim asuransi kredit yang dibayarkan pada kuartal III tahun 2022 mencapai Rp8,1 triliun. Nilai klaim itu meningkat 83,5 persen dibandingkan tahun 2021 sebesar Rp4,41 triliun.
"Kami akan mengatur mengenai batasan minimal premi untuk asuransi yang kami anggap tidak sehat," imbuh Ogi.
Sementara itu, ihwal prospek industri asuransi tahun 2023, Ogi melihat masih punya potensi pertumbuhan yang baik. Mengingat pada 2022, pertumbuhan premi hingga November 2022 masih tumbuh positif 0,44%.
Asuransi jiwa masih mendominasi premi hingga Rp173 trilun, sementara premi asuransi umum dan reasuransi sebesar Rp106,91 triliun.
"Memang betul yang umum itu tumbuh 14,06%," ujarnya.
Ia mengaku optimistis pertumbuhan premi asuransi di tahun ini akan meningkat seiring proyeksi pertumbuhan ekonkmi RI di atas 5%. Di sisi lain, berbagai faktor menurut dia bisa menjadi pendorong pertumbuhan premi asuransi, salah satunya seperti tingkat penetrasi asuransi masyarakat yang masih rendah.
"Penetration rate asuransi kita masih cukup rendah dibandingkan negata lain, jadi artinya masih banyak peluang untuk pertumbuhan asuransi. Kemudian banyaknya asuransi bisnis, secara perusahaan dan individual yang belum dicover dengan asuransi dan ini akan cenderung menjadi kebutuhan masyarakat," katanya.