Jakarta, Gatra.com - Tersangka perorangan kasus gagal ginjal akut yang menewaskan ratusan anak di Indonesia bertambah satu. Total tersangka perorangan menjadi dua orang.
"(Sebanyak) dua orang telah ditetapkan sebagai pelaku, yaitu E selaku Direktur Utama CV SC dan AR selaku Direktur CV SC," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah dalam konferensi pers secara daring, Selasa, (27/12).
CV Samudra Chemical (CV SC) yang beralamat di Jalan Raya Tapos, Depok, Jawa Barat. Pelaku berinisial E merupakan pemilik perusahaan telah ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis, (17/11). Penetapan itu bersamaan dengan penjeratan terhadap perusahaannya sebagai tersangka korporasi.
E lalu kabur saat penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri hendak memeriksanya. Keberadaan E hingga kini bahkan belum diketahui.
Nurul mengatakan pihaknya telah melakukan penyidikan terhadap CV SC sejak (9/11). Penyidik bersama Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri melakukan pengambilan sampel barang bukti dari 42 drum propilen glikol di lokasi perusahaan.
"Dengan hasil terdapat kandungan EG (etilen glikol) dan dietilen glikol DEG) yang melebihi standar ambang batas sebesar 50 persen hingga 99 persen," ungkap Nurul.
Selanjutnya, penyidik menyita alat bukti terkait di tempat kejadian perkara. Bukti itu dibawa langsung ke rumah penyimpanan benda sitaan negara, Jakarta Utara.
"Kemudian melakukan pemanggilan dan melakukan berita acara pemeriksaan (BAP) terhadap enam orang saksi, T, A, H, W, DS, dan ML," ujar Nurul.
Sebelumnya, polisi menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Satu tersangka perorangan dan empat tersangka korporasi. Keempat tersangka korporasi ialah CV SC, PT Afi Farma, PT Yarindo Farmatama, dan PT Universal Pharmaceutical Industries.
CV Samudra Chemical telah mengoplos bahan baku obat sirop. Polisi menemukan 42 drum propilen glikol (PG) atau bahan pelarut yang mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Sementara itu, PT Afi Farma ditetapkan tersangka korporasi karena tak melakukan quality control atau pengendalian mutu terhadap bahan baku yang digunakan untuk memproduksi obat sirop. PT Afi Farma hanya menyalin data yang diberikan suplier tanpa dilakukan pengujian dan quality control untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi.
PT Afi Farma juga sengaja dan sadar melakukan pengujian bahan tambahan PG yang ternyata mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas. PT Afi Farma mendapat bahan baku PG tersebut dari CV Samudera Chemical.
PT Afi Farma selaku korporasi disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Kemudian, CV Samudra Chemical disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP. Dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.
Lalu, PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries ditetapkan tersangka oleh Deputi Penindakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kedua perusahaan farmasi itu ditetapkan sebagai tersangka karena memproduksi obat sirop mengandung EG dan DEG.
Cemaran EG dan DEG pada obat sirop produksi kedua perusahaan ini melebihi ambang batas aman, yang menimbulkan kasus gagal ginjal akut atau Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA) di Indonesia. Total 324 anak tewas akibat gagal ginjal akut tersebut.