Wawancara Khusus
Ridwan Djamaluddin
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM
"Satgas Akan Persempit Ruang Gerak PETI"
--------------------------
Indonesia ada dalam kepungan Pertambangan Tanpa Izin (PETI). Penambangan ilegal marak karena lemahnya tata kelola perizinan, kosongnya koordinasi pengawasan, dan konflik kepentingan berbagai pihak.
Disinyalir kuat pemilik kuasa modal telah bersekutu dengan oligarki kekuasaan lokal, dan mendapat beking dari sejumlah oknum aparat. Kucuran keuntungan pertambangan liar hanya dinikmati segelintir pihak saja.
Selain kerusakan lingkungan yang luar biasa karena tidak ada rehabilitasi lahan pasca tambang, PETI juga merugikan masyarakat lokal dan pemerintah daerah karena tidak adanya program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM).
Kerugian di atas diperparah dengan hilangnya potensi pendapatan negara hingga mencapai ratusan triliun rupiah per tahunnya. Hal tersebut terjadi di Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Di Pulau Sangihe, PETI yang beroperasi sejak April 2019 bahkan sampai mengganggu pemilik Kontrak Karya (KK) yakni PT Tambang Mas Sangihe yang belum sempat berproduksi, namun dituduh telah merusak lingkungan.
Untuk mengetahui sepak terjang PETI dan sejauh mana berbagai upaya untuk mengatasi telah dilakukan wartawan GATRA Muhammad Muttaqin menghubungi Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Djamaluddin.
Berikut wawancara utuh dari jawaban tertulis yang diterima wartawan Gatra Muhammad Mutaqin pada Selasa, 6 Desember 2022. Wawancara terbagi dalam tiga bagian. Sebagian petikan wawancara ini sudah dimuat dalam Laporan Utama Majalah Gatra, Edisi 08 XXIX, 16-21 Desember 2022, ‘’Berebut Emas di Sangihe’’.
Adakah rencana membentuk satgas khusus PETI?
Upaya pembentukan satgas untuk penanganan PETI telah dilakukan dan diupayakan, namun bukan bertujuan untuk menertibkan dan memberantas PETI sehingga oleh beberapa pihak dinilai tidak efektif.
Satgas PETI yang pernah dibentuk telah menghasilkan koordinasi yang intensif antar lintas Kementerian dan Lembaga guna menyusun strategi yang sesuai yaitu mengarah pada pemberdayaan masyarakat setempat guna mempersempit ruang gerak PETI melalui penanganan oleh Kementerian dan Lembaga sesuai dengan tugas dan fungsi unit masing-masing.
Ditjen Minerba juga melakukan koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dalam merencanakan pembentukan Satuan Tugas Percepatan Penanggulangan Pertambangan Tanpa izin dan Penyelundupan Komoditas Mineral dan Batubara.
Satgas tersebut melibatkan Kementerian dan Lembaga lain, yaitu: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Perhubungan, Badan Keamanan Laut, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kejaksaan Agung. Pembentukan satgas ini masih belum selesai karena adanya perubahan dalam penganggaran oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Di Sangihe muncul PETI hingga mengganggu aktivitas tambang resmi, bagaimana tanggapannya?
Kegiatan PETI di Sangihe merupakan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat setempat utamanya adalah pemilik lahan. Kegiatan penambangan sebagian dilakukan pada lahan milik masyarakat sendiri.
Seiring dengan akan dilakukannya kegiatan pertambangan oleh pemegang Kontrak Karya (KK) PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS), pihak yang anti tambang diduga memanfaatkan para pelaku PETI untuk menentang adanya kegiatan tambang oleh pemegang izin resmi.
Sejak adanya sosialisasi kegiatan pertambangan oleh PT TMS, kegiatan PETI menjadi marak sehingga ada dugaan pengerahan pelaku PETI dari luar wilayah Pulau Sangihe guna menghambat kegiatan oleh pemegang KK PT TMS.
Ditjen Minerba telah berkoordinasi dengan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Kepolisian Daerah Sulawesi Utara dan Kepolisian Resor Kepulauan Sangihe guna membantu penanganan dan penertiban PETI di wilayah KK PT TMS.
Dalam hal ini diharapkan ada koordinasi yang baik antara PT TMS dengan pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Utara dan Kepolisian Resor Kepulauan Sangihe, namun koordinasi dalam penanganan PETI tersebut masih belum optimal.
Bagaimana koordinasi dengan KLHK soal dampak lingkungan dari PETI?
Ditjen Minerba telah secara intensif berkoordinasi dengan KLHK dalam penanganan terhadap dampak lingkungan dari kegiatan PETI tersebut, salah satunya adalah dalam rencana aksi penghapusan peredaran merkuri sebagai implementasi pelaksanaan Konvensi Minamata.
Dalam koordinasi tersebut telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 21 tahun 2019 Tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.
Implementasi rencana aksi pengurangan dan penghapusan merkuri adalah upaya edukasi dan pemberdayaan masyarakat pelaku PETI komoditas emas untuk dilakukan formalisasi dan pembinaan dalam kegiatan pertambangan dengan tidak menggunakan merkuri sebagai bahan kimia untuk mengolah bijih emas.
Apakah pemerintah terhalang karena ada yang membekingi PETI?
Dalam UU No.3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Minerba diamanatkan dalam Pasal 158 bahwa “Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
Hal ini merupakan pengaturan bahwa PETI merupakan tindak pidana yang penanganannya lebih diutamakan oleh Aparat Penegak Hukum atas laporan dari pihak-pihak yang dirugikan. Sehingga dalam penanganan adanya PETI ini yang menjadi tulang punggung adalah Lembaga Penegak Hukum dalam hal ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.