Jakarta, Gatra.com - Ahli Filsafat Moral Romo Franz Magnis-Suseno menyebut ada dilema moral yang dirasakan seorang anggota polisi ketika menerima perintah untuk menembak orang lain. Pasalnya, hal itu berhubungan dengan posisi anggota polisi yang terikat oleh kewajiban untuk melaksanakan perintah dari atasan, serta normatif yang berlaku di masyarakat.
Pernyataan itu Romo Magnis sampaikan saat menjadi saksi Bharada E dalam persidangan hari ini, Senin (26/12). "Dari sudut pandang etika, di situ kita bicarakan dengan sebuah dilema moral. Di satu pihak, harusnya dia tahu bahwa [apa] yang diperintahkan itu tidak boleh diperintahkan," katanya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/12).
Menurut Magnis, dalam kondisi tersebut, kejelasan penilaian atas posisi kebersalahan suatu perintah akan cenderung menjadi sulit untuk ditentukan oleh seseorang yang melakukan eksekusi terhadap perintah tadi. "Di satu pihak, menembak sampai mati bukan hal kecil. Setiap orang tahu, dia tahu juga. Di lain pihak, yang memberi perintah itu orang yang juga dalam situasi tertentu malah berat memberi perintah untuk menembak mati," ujarnya.
Dengan demikian, secara etika, seseorang yang menerima perintah eksekusi itu akan berada dalam kondisi yang membingungkan baginya. Oleh karena itu, menurut Romo Magnis, seorang eksekutor yang menerima perintah tembak tak semata-mata harus dipersalahkan.
"Menurut saya, jangan begitu saja mengutuk atau mempersalahkan dia [secara] objektif, dia salah. Dia [memang] harus melawan, tapi apakah dia bisa mengerti? Dan dalam etika pengertian, kesadaran itu merupakan unsur kunci," pungkasnya.
Untuk diketahui, Romo Franz Magnis-Suseno merupakan satu dari tiga orang yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum Bharada E dalam persidangan hari ini, Senin (26/12). Sementara itu, dua orang lainnya adalah Ahli Psikologi Klinik Liza Marielly Djaprie dan Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri.