Jakarta, Gatra.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima pengajuan permohonan restitusi robot trading dan investasi ilegal, salah satunya korban platform Fahrenheit. Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi menyebutkan bahwa dalam perkara Fahrenheit, putusan pengembalian kerugian pada korban merupakan hal baik namun mekanisme tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Fahrenheit itu memang ada putusannya pengembalian kerugian melalui paguyuban korban. Namun catatan yang kami sayangkan bahwa mekanisme penuntutan ganti rugi tidak merujuk pada undang-undang," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar di Kantor LPSK di Jakarta, Jumat (23/12).
Ia menyebutkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, hanya LPSK yang diberikan kewenangan untuk melakukan penilaian atas kerugian korban penipuan. Sementara, Edwin menyebutkan bahwa dalam kasus Fahrenheit, yang ditunjuk adalah penilaian auditor publik.
Edwin menjelaskan bahwa dalam perkara Fahrenheit, penghitungan restitusi yang dilakukan oleh LPSK sudah diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar bisa diakomodir dalam hasil putusan. Namun, jaksa merujuk pada auditor publik yang sudah dilakukan pada proses penyidikan, sehingga tidak merujuk pada penghitungan LPSK.
"Itu yang kami sayangkan karena tidak sesuai regulasinya. Namun, putusan Fahrenheit yang masih mengakomodir restitusi merupakan hal yang positif," ucapnya.
Hasil hitungan restitusi LPSK sendiri sejumlah Rp 301 miliar. Ini merupakan hasil penghitungan dari 774 jumlah pemohon yang mengajukan permohonan.
Fahrenheit sendiri merupakan salah satu platform robot trading. Perkara ini sudah diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memeriksa perkara Nomor 664/Pid.Sus/2022/PN Jkt.Brt atas nama Hendry Susanto dkk. Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyebarkan berita bohong yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dan tindak pidana pencucian uang.