Home Nasional LPSK Terima 4.550 Permohonan Restitusi Korban Robot Trading dan Investasi Ilegal

LPSK Terima 4.550 Permohonan Restitusi Korban Robot Trading dan Investasi Ilegal

Jakarta, Gatra.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima 4.550 pengajuan permohonan ganti rugi (restitusi) dari korban tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari perkara 15 platform robot trading dan investasi ilegal. Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi, mengatakan bahwa masuknya laporan ini sudah dimulai sejak Maret 2022 lalu.

"Permohonan pada 2022 memang meningkat pesat. Di tahun sebelumnya, kisaran 2.000 permohonan pertahun. Di 2022 ini, 7.000 lebih permohonan masuk ke LPSK, salah satunya dipengaruhi oleh tingginya permohonan restitusi robot trading ilegal," terang Edwin dalam konferensi pers yang digelar di Kantor LPSK, Jumat (23/12).

Edwin mengatakan bahwa dalam kasus ini, korban berhak menerima ganti rugi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Sebab, menurut dia, ini merupakan salah satu bentuk penipuan sehingga LPSK berperan dalam melakukan penilaian ganti rugi. "Ini merupakan kejahatan terorganisasir, tipu daya, glorifikasi orang tertentu. Korban berhak untuk mendapat restitusi," ucapnya.

Edwin menjabarkan bahwa terdapat 15 platform investasi ilegal dan robot trading meliputi Fahrenheit, Viralblast, Binomo, Quotex, Olymtrade, DNA Pro, KSP Indo Surya, Fikasa, Sunmod Alkes, Evotrade, Yagoal, ATG, FIN888, NET 89 dan KSP Sejahtera Bersama. Sebanyak 4.063 permohonan telah dilakukan penghitungan oleh LPSK, dengan total mencapai lebih dari Rp 1,9 triliun rupiah.

Kendati begitu, tidak semua permohonan dapat dihitung. Kurangnya data untuk membuktikan kerugian menjadi soal. Edwin menyebut salah satunya seperti yang terjadi pada permohonan Evotrade. "Sebanyak 408 permohonan tidak dapat proses penghitungan karena tidak dapat memberi data dukung dalam penghitungan," ucapnya.

Dalam menangani permohonan restitusi, Edwin mengatakan LPSK membentuk enam tim khusus. Tujuannya untuk memeriksa kelengkapan formil, bukti dukung kerugian, hingga verifikasi klaim dan bukti. "Masih ada restitusi dari tujuh platform yang sedang dalam proses penghitungan," ucapnya.

Edwin menilai bahwa restitusi merupakan hak yang bisa diminta dari korban. Untuk itu, ia meminta bahwa orientasi aparat penegak hukum bukan hanya kepada pelaku melainkan juga turut memperhatikan dampak kerugian yang dialami oleh korban.

199