Jakarta, Gatra.com - Ketua Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH Peradi), Suhendra Asido Hutabarat, mengatakan, pihaknya terus berupaya mewujudkan akses keadilan yang lebih merata bagi masyarakat tidak mampu.
Asido di Jakarta, Jumat (23/12), menyampaikan, untuk kian memeratakan akses keadilan (access to justice) bagi masyarakat kurang mampu tersebut, pihaknya secara khusus membahasnya dalam Rapat Koordinasi (Rakornas) di Surabaya, Jawa Timur (Jatim).
Ia menyampaikan, Rakornas PBH Peradi juga membahas prodeo yang beberapa cabang PBH Peradi bahkan sudah melakukan praktik tersebut dalam fungsi bantuan hukum agar dapat menjadi organisasi bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
“Ini dalam mendukung program pemerintah tentang perluasan jangkauan akses keadilan bagi masyarakat di seluruh Indonesia,” katanya.
Adapun prodeo, yakni pemberian bantuan hukum gratis. Namun berbeda dengan probono, prodeo diberikan oleh negara dalam bentuk pembebasan biaya berperkara di pengadilan bagi orang atau kelompok yang tidak mampu.
Asido mengapresiasi advokat yang bersedia menjadi pengurus PBH Peradi dari pusat hingga daerah. Menurutnya, menjadi pejuang probono adalah passion, sehingga meskipun sibuk dan fokus berpraktik sebagai advokat dan atau kurator yang menangani perkara-perkara komersial, namun bersedia menjadi pengurus PBH.
“Pengabdian sebagai pengurus PBH yang melaksanakan pengelolaan probono dan mengemban misi kemanusian, memberikan bantuan hukum cuma-cuma dan access to justice kepada masyarakat kelompok marjinal, rentan, dan miskin,” katanya.
Sesuai dengan UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003 dan digegaskan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), lanjut Asido, negara tidak hanya memberikan 8 kewenangan kepada Peradi selaku wadah tunggal organisasi advokat. Negara juga memberikan kewajiban memberikan bantuan hukum cuma-cuma (probono) kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
Peradi di bawah Ketum Prof. Dr. Otto Hasibuan telah memberikan probono melalui advokat dan PBH Peradi yang saat ini mempunyai 152 cabang di berbagai kota di Tanah Air. Ini merupakan bukti bahwa Peradi di bawah kepengurusan Otto, sebagai wadah tunggal organisasi advokat (single bar) karena PBH Peradi lahir dari Pasal 22 UU Advokat.
Pasal tersebut, kata Asido, mewajibkan advokat memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Ini kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 83 Tahun 2008 tanggal 31 Desember 2008 yang mewajibkan organisasi advokat membentuk unit kerja yang secara khusus untuk melaksanakan program Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma paling lambat 6 bulan sejak Peraturan Pemerintah diundangkan.
“Pada tanggal 11 Mei 2009, PBH Peradi telah dirikan sebagai unit kerja dimaksud, di mana saat ini sudah ada 152 PBH Peradi Cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan data yang saya peroleh, mungkin unit kerja bantuan hukum probono yang terbesar di Indonesia dimiliki oleh Peradi,” katanya.
Program bantuan hukum probono menjadi kewajiban pelayanan dan pengabdian Peradi. Kalau di sebuah perusahaan, probono PBH Peradi seperti halnya tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibilit (CSR).
“Meskipun probono, namun kualitas tetap harus diutamakan, perlakuan yang sama dengan yang bayar honorarium,” katanya.
Asido mengungkapkan, Rakornas bertajuk “Peran PBH Peradi Dalam Mewujudkan Akses Keadilan Yang Merata Bagi Masyarakat Yang Tidak Mampu” yang dihadiri oleh lebih dari 150 orang peserta, juga dihadiri oleh juga Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Sekretaris BPHN, Audy Murfi M.Z, S.H., M.H, mewakili Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Audy Murfi mengatakan, terdapat kesamaan antara probono dan bantuan hukum, yakni sama-sama bertujuan untuk membantu setiap orang yang tidak mampu atau miskin atau marjinal yang berhadapan dengan hukum secara cuma-cuma. Sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, bantuan hukum terdapat biaya yang disediakan oleh pemerintah.
Namun demikian, anggaran dalam APBN dan APBD memiliki keterbatasan sehingga prinsip probono yang dimaksud sebagai kewajiban dalam UU Advokat harus tetap dikedepankan, agar perluasan akses bantuan hukum tetap terwujud demi memberikan akses terhadap keadilan.
Ia mengungkapkan, jika dikaitkan dengan peran dan fungsi organisasi induk advokat dalam melakukan pengawasan probono, praktik di lapangan masih menunjukan lemahnya peran DPC, yakni kewenangannya hanya terbatas pada urusan administrative, seperti terlibat dalam PKPA, pengangkatan sumpah, hingga perpanjangan kartu anggota.
DPC, kata dia, tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan sanski kepada advokat anggotanya yang tidak memberikan probono. Ini perlu menjadi perhatian DPN Peradi karena DPC merupakan garda terdepan dalam pengawasan praktik probono advokatnya di wilayahnya.
Atas dasar itu, Audy Murfi mengharapkan adanya ketegasan DPN Peradi dalam melakukan evaluasi kepada masing-masing advokat untuk wajib melaksanakan probono pada setiap perpanjangan kartu advokat.
Ketua Harian DPN Peradi, R. Dwiyanto Prihartono, mengatakan, DPN Peradi memiliki peraturan bahwa setiap anggota Peradi dianjurkan untuk memberikan bantuan hukum probono. Pemberian probono yang telah dilakukan anggota Peradi akan terintegrasi dalam data base anggota untuk perpanjangan Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA).
Saat ini, kata Dwiyanto, pihaknya tengah menyusun perubahan peraturan Peradi dengan mempertimbangkan untuk mewajibkan setidaknya anggota Peradi memberikan probono satu kali dalam masa periode KTPA-nya.
“Hal penting yang perlu dijadikan program PBH ke depan, adalah selain mendorong setiap anggota melakukan probono juga mewujudkan database nasional yang akan menjadi bukti bahwa Peradi telah mengupayakan agar tugas undang-undang telah dilaksanakan,” katanya.
Dwiyanto mengungkapkan, dalam Rakornas tersebut pihaknya memperkenalkan aplikasi PERQARA untuk konsultasi hukum gratis bagi masyarakat pencari keadilan mendapatkan access to justice dengan advokat Peradi yang memberikan probono.
Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan penandatangan Perjanjian Kerjasama Penguatan Program Bantuan Hukum Antara Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dengan Peradi.