Jakarta, Gatra.com - Ahli Psikologi Forensik Reni Kusuma Wardhani mengungkapkan bahwa Bharada E dapat dikategorikan sebagai korban dalam konteks relasi kuasa.
Hanya saja, Reni menyoroti adanya faktor free will atau kehendak bebas dari setiap orang untuk menentukan keputusan di tengah kungkungan relasi kuasa tadi.
"Di dalam relasi kuasanya, memang dia bisa menjadi korban. Namun, kalau kita bicara soal proses psikologis, ada free will, ada keinginan bebas yang menjadi milik dari masing-masing orang," ujar Reni, ketika bersaksi dalam persidangan lima terdakwa pembunuhan Brigadir J, di PN Jakarta Selatan, Rabu (21/12).
Menurut Reni, free will pada masing-masing individu dapat membantu seseorang dalam menentukan suatu keputusan, apakah ia harus menuruti suatu perintah yang dititahkan kepadanya, atau justru mengambil langkah untuk menolak permintaan tersebut. Hal itu juga ditentukan oleh taraf emosional tiap individu tersebut.
"Saya sampaikan, sehingga ada perbedaan respons dari Saudara Ricky yang lebih stabil dengan respons saudara Richard yang memang kondisi emosinya tidak lebih stabil dibanding Saudara Ricky," tuturnya.
Reni mengatakan, kala itu, pola kepribadian Bharada E yang kondisi emosionalnya cenderung tak stabil harus berpadu dengan situasi yang meliputinya dalam ketakutan.
"Betul bahwa situasinya saat itu ada ketakutan yang luar biasa (dari Richard). Nah, saat ini, di dalam free will itu, [dilihatlah] ada kontrol emosi atau tidak, ada regulasi emosi atau tidak. Itu tergantung pada tipologi kepribadian dari masing-masing korban (relasi kuasa)," ucap Reni.
Oleh karenanya, keberadaan free will ini membuat ada atau tidaknya dorongan untuk patuh di tengah kondisi yang menakutkan atau membingungkan, akan kembali lagi kepada masing-masing individu.
Untuk diketahui, Bharada E didakwakan atas pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Ajudan Ferdy Sambo itu dinyatakan tewas pascapenembakan yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo, di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/7) sore silam.
Atas keterlibatannya dalam peristiwa itu, kelimanya didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).