Jakarta, Gatra.com – Ahli Psikologi Forensik Reni Kusuma Wardhani hadir sebagai saksi ahli dalam persidangan perkara pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (21/12). Reni mengungkapkan sederet kepribadian terdakwa Ferdy Sambo.
Reni menyampaikan, kepribadian terdakwa Ferdy Sambo ini berdasarkan hasil analisisnya dengan berbagai metode bersama tim yang terdiri dari 12 orang.
Adapun, fakta di balik kepribadian Mantan Kadiv Propam tersebut telah Gatra.com rangkum sebagai berikut:
1. Memiliki Kecerdasan di Atas Rata-Rata
Reni Kusuma Wardhani mengungkapkan bahwa secara umum, Ferdy Sambo memiliki kecerdasan di atas rata rata. Sambo memiliki kemampuan abstraksi, imajinasi, dan kreativitas yang sangat baik.
Baca Juga: Ferdy Sambo Beberkan Cerita Pelecehan Yang Dialami Putri Candrawathi
Tak hanya itu, ia juga menilai bahwa secara umum, Sambo cenderung berpikir ke arah praktis dibanding teoritis. Sambo juga disebutnya memiliki pola kerja yang tekun.
"Motivasi berprestasinya tinggi untuk mencapai target yang melebihi dari target yang diberikan kepadanya," ungkap Reni, dalam persidangan lima terdakwa pembunuhan Brigadir J.
2. Pribadi yang Kurang Percaya Diri
Reni mengungkapkan, Sambo pada dasarnya adalah pribadi yang kurang percaya diri. Dia membutuhkan dukungan orang lain dalam bertindak dan mengambil suatu keputusan, tertuama untuk hal-hal yang besar.
"Ada pengalaman kecil yang membuat dia [Sambo] merasa nyaman apabila ada orang orang yang melindungi di sekitarnya," ujar Reni.
3. Ada Pengaruh Budaya Siri Na Pacce
Reni mengatakan, dalam kondisi normal, Ferdy Sambo akan terlihat sebagai figur yang baik dalam kehidupan sosialnya. Sambo juga disebutnya patuh terhadap aturan, norma, serta dapat menutupi kekurangan serta masalah-masalahnya.
Namun demikian, menurut Reni, hal itu tidak serta-merta menjadikan Sambo tidak mampu melanggar norma dan menggunakan kecerdasannnya untuk melindungi diri di dalam situasi-situasi terdesak.
Reni pun menyebut budaya "Siri Na Pacce" sebagai suatu budaya yang Sambo pegang dengan kukuh sebagai masyarakat Sulawesi Selatan. Adapun, "Siri Na Pacce" merupakan sebuah filosofi yang ada di masyarakat Sulawesi Selatan yang berarti menjaga harga diri serta kokoh dalam pendirian.
"Sebagai orang Sulawesi Selatan yang hidup dalam budaya yang teguh memegang budaya 'Siri Na Pacce'. Ini memang memengaruhi bagaimana pertimbangan-pertimbangan keputusan dan emosi, serta kepribadian dari Bapak Ferdy Sambo," ungkap Reni, dalam persidangan tersebut.
4. Emosinya Bisa Tak Terkontrol di Situasi Tertentu
Reni mengungkapkan, profesi Sambo dalam penegakan hukum telah membuatnya cenderung memilih upaya-upaya rasional untuk dapat mengendalikan diri. Namun demikian, Sambo justru dapat berubah menjadi sosok yang dikuasai emosi dalam suatu situasi tertentu.
"Dalam keadaan normal, [Sambo] itu ada upaya-upaya rasional untuk mengendalikan diri, tapi dalam situasi [di mana] ada hal-hal yang memang mengganggu kondisi emosinya, dan self-esteem-nya, nah ini yang kemudian bisa [membuatnya] menjadi orang yang sangat dikuasai emosi," ungkap Reni, dalam persidangan.
Baca Juga: 5 Kesaksian Penting Para Ahli di Sidang Ferdy Sambo Cs Kemarin
"Apabila dia [Sambo], kehormatannya itu terganggu, [dia] dan kemudian dapat menjadi orang yang dikuasai emosi, tidak terkontrol, tidak dapat berpikir panjang, terhadap tindakan yang dilakukan," ujarnya.
Untuk diketahui, Ferdy Sambo didakwakan atas pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Ajudan Ferdy Sambo itu dinyatakan tewas pascapenembakan yang terjadi di rumah dinasnya di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat sore (8/7/2022).
Atas keterlibatan tersebut, JPU mendakwa Ferdy Sambo dkk melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).