Jakarta, Gatra.com - Sebanyak lima orang saksi ahli telah dihadirkan dalam sidang terhadap lima terdakwa perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, Senin (20/12) kemarin. Mereka adalah:
1. Muhammad Mustofa (Ahli Kriminologi)
2. Farah Primadani Karouw (Ahli Forensik dan Medikolegal)
3. Ade Firmansyah S (Ahli Forensik & Medikolegal)
4. Eko Wahyu Bintoro (Ahli Indonesia Fingerprint Identification System (Inafis))
5. Adi Setya (Ahli Digital Forensik)
Dalam persidangan itu, para saksi ahli mengungkapkan sejumlah fakta dan analisis di balik peristiwa penembakan yang menewaskan Brigadir J alias Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat pada Jumat (8/7) sore silam.
Gatra.com telah merangkum sejumlah fakta persidangan penting yang dituturkan dalam kesaksian para ahli, pada Senin (19/12) kemarin. Berikut lima di antaranya:
1. Dua Luka Tembak Fatal di Tubuh Brigadir J
Ahli Forensik dan Medikolegal Farah Primadani Karow mengungkapkan ada dua luka tembak masuk di tubuh Brigadir J yang berpotensi fatal untuk menjadi penyebab kematiannya. Kedua luka tersebut adalah luka tembak masuk di bagian dada dan kepala korban.
"Dari 7 buah luka tembak yang kami temukan, ada 2 yang bersifat fatal atau dapat menimbulkan kematian, yaitu luka tembak pada dada sisi kanan, yang kedua luka tembak masuk yang ditemukan pada kepala bagian belakang sisi kiri," ujar Farah, ketika bersaksi dalam persidangan lima terdakwa pembunuhan Brigadir J, di PN Jakarta Selatan, Senin (19/12).
2. Perbedaan Simpulan Hasil Autopsi dan Ekshumasi Jenazah Brigadir J
Berdasarkan proses autopsi pada Jumat (8/7) malam, Ahli Forensik dan Medikolegal Farah Primadani Karow mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan sebanyak 7 luka tembak masuk dan 6 luka tembak keluar di sekujur tubuh Brigadir J. Dengan demikian, ada satu luka tembak yang teridentifikasi tak menembus tubuh Brigadir J.
Secara rinci, untuk luka tembak masuk, Farah menemukan satu luka di kepala bagian belakang sisi kiri dan satu lagi di bibir bawah sisi kiri. Tak hanya itu, Farah juga menemukan adanya luka di puncak bahu kanan, di dada sisi kanan, serta di pergelangan tangan kiri sisi belakang. Selain itu, luka tembak juga teridentifikasi di bagian kelopak bawah mata kanan dan di jari manis tangan kiri korban.
Sementara itu, untuk luka tembak keluar, Farah menemukan adanya luka di puncak hidung dan di leher sisi kanan. Selain itu, ada pula luka di bagian lengan atas kanan sisi luar, di pergelangan tangan kiri sisi depan, serta di jari manis tangan kiri sisi dalam korban.
"Kami temukan satu buah proyektil anak peluru (tidak tembus) pada saat pemeriksaan autopsinya, di rongga dadanya," ungkap Farah, dalam persidangan itu.
Sementara itu, berdasarkan proses ekshumasi yang dilakukan pada Rabu (27/7), Ahli Forensik dan Medikolegal Ade Firmansyah mengungkapkan adanya kemungkinan rekoset peluru dalam peristiwa pembunuhan tersebut. Pihaknya pun mengidentifikasi 5 luka tembak masuk, 4 luka tembak keluar di tubuh korban.
Ade pun merinci, kelima luka tembak masuk tersebut terletak pada bagian kepala belakang dan bibir bawah kiri, juga puncak bahu kanan, dada kanan, serta lengan bawah kiri korban.
Sementara itu, Ade mengaku bahwa pihaknya juga menemukan dua luka lain yang pada proses autopsi pertama, teridentifikasi sebagai luka tembak masuk. Namun demikian, menurut dia, luka pada bagian jari dan mata Brigadir J itu bukanlah luka tembak masuk, melainkan bagian dari lintasan anak peluru.
"Yang di jari ada luka, namun kami melihatnya bukan sebagai luka tembak masuk tersendiri, Yang Mulia, karena itu adalah berdasarkan alur lintasan anakan peluru. Itu bisa disebabkan oleh luka tembak masuk yang berasal dari lengan bawah kiri bagian belakang," jelas Ade.
Pemaparan itu disebutnya juga berlaku pada luka tembak pada mata bagian bawah. Ia mengatakan bahwa luka tersebut hanyalah bagian dari lintasan peluru.
"Jadi bisa saya jelaskan, ketika anak peluru yang masuk ke kepala bagian belakang sisi kiri, kemudian dia akan keluar pada hidung, sesuai dengan informasi yang kami dapatkan di TKP, maka kami melihat, dia (peluru itu) akan memantul di lantai dan kemudian mengenai di pipi kanannya, rekoset," papar Ade.
3. Sambo Cs Buat Grup WhatsApp Baru Setelah Tewasnya Brigadir J
Ahli Digital Forensik dari Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Adi Setya mengungkapkan bahwa terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Ricky Rizal membuat grup baru pada aplikasi pesan instan WhatsApp pada Senin (11/7), atau tepat tiga hari setelah kematian Brigadir J pada Jumat (8/7).
"Jadi, di handphone (yang dianalisa) tersebut, ditemukan satu grup WhatsApp dengan nama 'Duren Tiga'," ucap Adi, ketika bersaksi dalam persidangan lima terdakwa pembunuhan Brigadir J, di PN Jakarta Selatan, Senin (19/12).
Menurut Adi, grup yang dinamai "Duren Tiga" itu beranggotakan para terdakwa dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Lima di antaranya, yakni Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, serta Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Adi mengidentifikasi, Bharada E alias Bharada Richard Eliezer tercatat hanya berada pada grup tersebut dalam waktu yang singkat, bahkan tak sampai satu hari.
“Dia (Richard) dimasukkan pada jam 5 pagi tanggal 11 (Juli), kemudian di-remove dari grup tersebut pada jam 8 tanggal 11 (Juli). Jadi, enggak sampai satu hari,” kata Adi Setya.
4. Pemerkosaan Tak Bisa Jadi Motif Pembunuhan Brigadir J
Ahli Kriminologi Universitas Indonesia (UI) Muhammad Mustofa menganggap peristiwa pelecehan seksual yang diklaim Putri Candrawathi terjadi padanya tak dapat menjadi motif di balik pembunuhan Brigadir J.
Pasalnya, Mustofa memandang bahwa pelecehan seksual tersebut tak disertai bukti-bukti yang cukup untuk mengungkapkan apabila peristiwa itu benar terjadi.
"Bisa [menjadi motif], sepanjang dicukupi dengan bukti-bukti, karena dari kronologi yang ada adalah, hanya pengakuan dari Nyonya FS (Ferdy Sambo, Putri Candrawathi)," kata Muhammad Mustofa, ketika bersaksi dalam persidangan tersebut.
5. TKP Pembunuhan Brigadir J Sudah Rusak Saat Olah TKP Inafis
Ahli dari Indonesia Automatic Fingerprint Identifications System (Inafis) Bareskrim Polri Eko Wahyu Bintoro mengatakan bahwa tempat kejadian peristiwa (TKP) pembunuhan Brigadir J telah rusak secara Standar Operasional Prosedur (SOP), ketika ia dan pihaknya tiba untuk olah TKP pada Selasa (12/7).
"Kalau kami lihat, secara SOP penanganan TKP, kita kategorikan ini TKP sudah rusak," kata Eko Wahyu, saat bersaksi dalam persidangan lima terdakwa pembunuhan Brigadir J, di PN Jakarta Selatan, Senin (19/12).
Eko mengatakan, pihaknya memang menemukan adanya jejak sidik jari pada TKP. Namun, ia mengaku bahwa proses identifikasi yang pihaknya lakukan itu tak dapat menelaah kepemilikan jejak secara identik. "[Memang] ditemukan jejak sidik jari tetapi tidak mengategorikan keindentikannya," ujar Eko, dalam persidangan tersebut.
Untuk diketahui, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, serta Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf didakwakan atas pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Ajudan Ferdy Sambo itu dinyatakan tewas pascapenembakan yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo, di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/7) sore silam.
Atas keterlibatan mereka dalam peristiwa itu, kelimanya didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).