
Jakarta, Gatra.com – Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada September lalu membawa dampak kepada berbagai pihak, salah satunya adalah nelayan. Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menerangkan bahwa berdasarkan hasil penelitian CORE Indonesia, kenaikan BBM ini menurunkan keuntungan yang didapat nelayan dari hasil melaut.
“Ketika biaya produksi meningkat, semestinya bisa ditranmisikan dengan menaikan hasil tangkapan. Tapi ternyata tidak semudah yang dibayangkan bahwa ongkos produksi naik, tinggal naikkan saja hasil. Harga BBM mahal membuat masyarakat dan pembeli ikan di daerah mengurangi pembelian hasil tangkapan nelayan,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Dampak Kenaikan BBM Subsidi Bagi Kelompok Nelayan Kecil dan Tradisional di Indonesia” yang digelar secara daring, Senin (19/12).
Faisal menjelaskan bahwa rata-rata keuntungan nelayan turun sekitar 30-50%. Nelayan di wilayah Gresik mengalami penurunan keuntungan paling besar yakni sebesar 54%. Ini terjadi karena volume hasil tangkapannya berkurang sebesar 67% akibat penggunaan volume BBM dan durasi waktu melaut yang tetap. Kondisi ini turut diperparah dengan mulai masuknya musim paceklik pada saat kenaikan harga BBM.
Selain itu, peningkatan pengeluaran rumah tangga nelayan turut terjadi di saat kenaikan BBM. Faisal menjabarkan bahwa hal ini dipengaruhi hasil tangkapan dan keuntungan yang menurun akibat biaya produksi lebih tinggi. Lagi-lagi, Demak menjadi wilayah dengan peningkatan pengeluaran rumah tangga yang cukup tinggi yakni 41%. Ia menyebutkan bahwa adanya peningkatan volume belanja BBM dan kenaikan harga bahan pokok menjadi penyebabnya.
“Keuntungan nelayan anjlok akibat membengkaknya BBM. Kenaikan harga BBM meningkatkan pengeluaran rumah tangga nelayan,” katanya.
Untuk itu, ia menyebutkan bahwa kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi perlu dipertimbangkan lebih matang ke depan, terutama dalam hal mengantisipasi kesiapan dampak negative bagi masyarakat berpendapatan kelas menengah ke bawah. Hal ini nantinya akan berkaitan dengan jumlah masyarakat miskin yang terus meningkat sehingga perlu dicegah dengan kebijakan yang sesuai.
“Proyeksi CORE Indonesia, saat kenaikan BBM di September, jumlah orang miskin meningkat sebesar 493 ribu jiwa dengan total 26,65 juta jiwa. Ini lebih tinggi dari Maret. Data BPS pada Maret kondisinya 26,16 juta jiwa,” ucapnya.
Survey ini dilakukan pada 22 Oktober sampai 30 November di lima kota berbeda, yakni Demak, Semarang, Tangerang, Surabaya, serta Gresik. Total terdapat 21 responden nelayan dengan mayoritas responden adalah nelayan laki-laki. Responden nelayan ini rata-rata membawahi 4 anggota rumah tangga yang ditanggung.