Jakarta, Gatra.com - Ombudsman buka-bukaan soal kelanjutan usai tindakan korektif pengangkatan penjabat (PJ) kepala daerah berlatar belakang militer oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Meskipun sudah tidak ada lagi PJ kepala daerah yang diangkat dari kalangan militer usai tindakan korektif, Ombudsman menyebut pengangkatan masih belum transparan.
Anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng mengatakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dalam hal ini Tito Karnavian masih enggan memperbaiki prosedur pengangkatan PJ kepala daerah. Diketahui Tito masih menggunakan Permendagri Nomor 74 Tahun 2016 untuk pengangkatan PJ kepala daerah, alih-alih menggunakan peraturan pemerintah (PP). Karena itu, ia menilai penanganan permasalahan ini sangat lekat dengan kepentingan politik sehingga semakin sulit dibenahi.
"Jadi yang di sana Pak Menteri (Tito Karnavian) berjalan dengan logikanya sendiri, publik juga entah apatis, seolah itu suatu yang benar, kemudian produk lembaga Ombudsman dijalankan juga atau tidak kita nggak tau, seperti apa," ujar Robert saat ditemui di Jakarta, Senin (19/12).
Robert menekankan prosedur pengangkatan PJ kepala daerah harus dilakukan berdasarkan peraturan pemerintah (PP) bukan Peraturan Menteri (permen). Ia menilai, kerangka aturan pengangkatan PJ kepala daerah saat ini belum pasti dan solid.
"Ibarat berjalan di dalam ruang gelap kekuasaan. Bukan sesuatu yang diatur di atas basis legal atau aturan yang solid," tuturnya.
Di tahun 2022, ia menyebut ada sekitar 101 pengangkatan PJ kepala daerah. Bahkan di tahun depan jumlahnya bisa bertambah banyak hingga 170 daerah.
Robert mengungkapkan penyusunan aturan internal di level Permendagri jarang melibatkan publik. Biasanya, sambung dia, Kemendagri hanya melibatkan konsultan dan pakar yang dalam hal ini dianggap Robert bukan mewakili masyarakat secara langsung.
"Saya 20 tahun berurusan dengan Kemendagri, terus terang sangat jarang orang atau publik terlibat dalam penyusunan peraturan internal kementerian, jarang banget," katanya.
Menurutnya, melalui PP, Perpres atau bahkan Undang-undang maka pengangkatan PJ kepala daerah bisa dilakukan secara transparan. Hal itu juga telah menjadi putusan Mahkamah Konstitusi. Melalui PP, penyusunan prosedur pengangkatan PJ kepala daerah bakal melibatkan publik.
Masalahnya, kata Robert, hingga kini belum ada insiatif dari Mendagri untuk mengajukan pembentukan PP pengangkatan PJ kepala daerah. Hal itu memungkinkan tidak transparannya pengangkatan PJ kepala daerah masih akan berlanjut selama Mendagri masih mengacu pada Permendagri.
"PP itu belum dikerjakan, dan pengangkatan terus terjadi Desember ini terjadi lagi ada beberapa, tahun depan lebih banyak," imbuhnya.