Jakarta, Gatra.com – Falsafah Alam Takambang Jadi Guru (Alam Terkembang Adalah Guru) ditanamkan oleh Pimpinan Sanggar Tari Nan Jombang, Ery Mefri kepada anak didiknya. Memasuki usia yang ke-39 tahun, sanggar yang mewadahi seniman kreatif di Tanah Minang ini berhasil menciptakan karya-karya tari bermutu dan berkelas dunia.
Sanggar Tari Nan Jombang lahir di Padang, Sumatera Barat, pada 1 November 1983. Grup tari ini tidak hanya dikenal di Indonesia tetapi juga tersohor sampai ke benua Amerika dan Eropa. Penari Nan Jombang telah menjajal sejumlah festival tari internasional. Grup tari ini tercatat tampil di sejumlah event penting. Di antaranya American Dance Festival di Durham, Carolina Utara dan New York, Amerika Serikat.
Selanjutnya, Darwin Festival, Brisbane Festival, dan Adelaide Oz Asia Festival di Australia. Lalu, Festival “Asia Pacific” at Haus Der Kulturen Der Welt di Berlin, Jerman. Berangkat dari pengalaman budaya etnik di Tanah Minang, Ery menggubah tari tradisional ke sentuhan seni modern dengan mengeksplorasi suara dan kostum. Kepakaran tentang koreografi diperluas Ery saat mengikuti workshop koreografi di American Dance Festival di Durham, Amerika Serikat pada 1994.
Perjalanan ke Paman Sam membawa babak baru dalam proses kreatifnya. Sepulang dari Amerika, Ery menggarap karya “Big Question” yang tampil di Indonesian Dance Festival III di Jakarta. “Pada 1994, Nan Jombang berkesempatan tampil di Fulham Carolina Utara. Lalu pada 2012, kami tampil di empat kota di Amerika yakni Rhode Island, New York, Washington D.C, dan California,” kata Erry kepada Gatra.com.
Program kesenian itu berlangsung berkat kerja sama budaya antara Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Pemerintah RI. Pertunjukan tari di AS menampilkan sejumlah grup tari andal di sejumlah negara seperti Thailand, Pakistan, India, dan Indonesia. Grup Tari Nan Jombang terpilih menjadi satu dari empat grup tari yang mewakili Indonesia dalam pertunjukan seni tari di Amerika.
“Itu menjadi program Pemerintah Amerika untuk mengundang seniman-seniman terbaik di Asia. Tapi masuk ke sana memang tidak mudah, kita dikurasi [dinilai] terlebih dahulu, dan itu dua tahun proses kurasinya,” ujarnya.
Ery Mefri mengatakan, penamaan Nan Jombang punya filosofi tersendiri. Nan Jombang bagi masyarakat Minangkabau diperuntukkan bagi laki-laki yang ganteng, berwibawa, dan cerdas. Nan Jombang, disingkat NJ, juga mengambil dari huruf depan nama orang tua Ery, yakni Nurjanah (Ibu), dan Jamin Manti Jo Sutan (Ayah). Jamin Manti Jo Sutan atau karib disapa Manti Menuik, merupakan maestro tari tradisi Tan Bentan di Sumatera Barat.
“Tempat mengadu dan tempat bertanya itulah Nan Jombang. Kebetulan Bapak saya juga seorang maestro tari dan dia juga orang tradisi. Beliau sering dipanggil dengan sebutan Nan Jombang,” kata Ery.
Saat ini, Nan Jombang Dance Company memiliki jumlah personel sebanyak 17 orang. Jumlah tersebut terdiri dari penari dan tenaga teknis seperti pengarah lighting dan sound system. Meski punya belasan personel, Nan Jombang memiliki 5-6 personel tari utama yang kerap tampil di event nasional dan internasional.
Dengan gerak tubuh yang lincah dan penghayatan yang tinggi, Sanggar Nan Jombang hadir memeriahkan ulang tahun ke-12 @america di Pacific Place Mall, Jakarta pada Kamis (15/12). Diketahui, @america adalah pusat kebudayaan Amerika Serikat (AS) di bawah naungan Kedutaan Besar AS di Jakarta.
Dalam seni pertunjukan kali ini, grup tari pimpinan Ery Mefri itu membawakan tari “Salam Tubuh pada Bumi”. Kekhasan dari gerak tari Nan Jombang adalah menggunakan tabuh atau gendang di setiap pertunjukan. “Salam Tubuh pada Bumi” menampilkan kelincahan dan kepiawaian lima personel tari yang melakukan koreografi secara bergantian dan bersamaan.
Tari Nan Jombang menjadi bentuk tari kontemporer dengan gerakan yang rumit dan kompleks karena berakar dari tradisi seni bela diri, seni tari, dan tabuh Minangkabau. Terdapat dua penari wanita yang tampil dalam Tarian Nan Jombang ini di mana salah satunya menjadi sosok sentral dalam “ruh” tarian. Salah seorang penari perempuan ditafsirkan sebagai sosok Ibu karena menjadi komando pertunjukan. Ia memukul tabuh dan sesekali mengeluarkan suara nyanyian dan ratapan.
“Apapun bentuk kesulitan yang kita miliki sebagai seorang laki-laki, apapun bentuknya, kalau udah enggak bisa diselesaikan lagi kita bersujud kepada Ibu,” beber Ery Mefri. Pesan ini identik dengan tradisi masyarakat Minangkabau yang menganut paham matrilineal di mana perempuan atau ibu (Bundo Kanduang) menjadi pemimpin komunitas.
“Itu kebiasaan orang Minang, menjadikan Ibu tempat mengadukan persoalan. Di mana banyak masalah di luar yang barangkali enggak terselesaikan lagi,” ucapnya.
Keunikan lain yang dimiliki dalam tarian Nan Jombang, yakni ekspresi baru dalam karyanya. Dalam pementasan tarian ini sama sekali tidak menggunakan iringan musik atau instrumen bunyi. Para penari di panggung dituntut menghasilkan bunyi-bunyian secara alamiah melalui nyanyian, tepukan tangan, pukulan ke anggota tubuh, atau tabuhan pada kain celana galembong.
“Nan Jombang tidak pakai [musik] pengiring. Karena musik itu sejatinya sudah ada dalam tubuh. Tergantung kita membangkitkannya,” tandas koreografer Penerima Anugerah Kebudayaan Kategori Pencipta, Pelopor, dan Pembaru 2016 itu.