Jakarta, Gatra.com - Pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) menyayangkan kebijakan pemerintah menaikkan cukai rokok dengan rata-rata 10% pada periode 2023 dan 2024.
Kebijakan itu dinilai akan semakin berdampak pada pengurangan tenaga kerja di masa pandemi saat ini. Bahkan, akan berdampak pada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang banyak berjualan produk IHT.
"Pada saat angka pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,0-5,3% maka setiap 1% kenaikan cukai rokok berpotensi menurunkan angka penjualan sigaret sebanyak 1,61 miliar batang," kata Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI ) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Sahminudin dalam keterangannya yang diterima pada Jumat (16/12).
Dengan demikian, lanjutnya, kenaikan cukai rokok dengan rata-rata 10% selama dua tahun berturut turut akan menurunkan penjualan sigaret lebih dari 16,1 miliar batang. Jika kebijakan ini terus dijalankan, dampak terburuknya banyak perusahaan rokok yang tutup atau mati.
"Kenaikkan cukai rokok yang terus-menerus dilakukan setiap tahun, tanpa mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi cukup ampuh buat menurunkan produksi sigaret bercukai atau rokok legal," jelasnya.
Sahminudin menegaskan, kematian perusahaan rokok, berdampak pada hilangnya lapangan pekerjaan. Pasalnya, terdapat sekitar 6 juta orang tenaga kerja di sektor IHT baik langsung maupun tidak.
"Ketika setiap tahun pemerintah menaikan cukai rokok dengan angka yang sangat tinggi, jelas membuat perusahaan rokok perlahan-lahan akan mati. Apakah pemerintah sudah siap menyediakan lapangan pekerjaan bagi jutaan tenaga kerja dari sektor IHT yang kehilangan pekerjaan?" ujarnya.
Peneliti Ekonomi yang juga Dosen Universitas Brawijaya, Imaninar Eka Delila juga mengatakan bahwa meski cukai rokok naik, sebagian besar konsumen tetap mempertahankan konsumsinya. Bahkan, kondisi ini malah akan berpotensi mendorong kenaikan angka inflasi di Indonesia.
Selain itu, ketika harga rokok bercukai naik, para perokok akan mencari alternatif main. Akhirnya, peredaran rokok ilegal akan semakin marak.
"Kenaikan harga rokok yang saat ini telah melewati titik optimumnya dapat mengancam keberlangsungan IHT dan berdampak pada tenaga kerja yang terlibat di dalamnya dari hulu-hilir," jelas Imaninar.