Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Kotupai (KPK) menetapkan dan menahan empat orang tersangka hasil kegiatan tangkap tangan dugaan tindak pidana korupsi berupa suap dalam pengelolaan dana hibah provinsi Jawa Timur.
Keempatnya yakni Wakil Ketua DPRD Provinisi Jawa Timur periode 2019-2024 Sahat Tua P. Simandjuntak (STPS) dan Staf Ahlinya, Rusdi. Kemudian Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang sekaligus selaku Koordinator Pokmas (Kelompok Masyarakat) Abdul Hamid (AH) serta Koordinator lapangan Pokmas, Ilham Wahyudi (IW) alias Eeng.
"Turut pula diamankan uang tunai dalam bentuk pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing berupa SGD dan USD dengan jumlah sekitar Rp1 Miliar," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Kamis (15/12).
Baca juga: Giat OTT KPK di Surabaya Amankan Beberapa Pihak
Seluruh tersangka ditahan intuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 15 Desember 2022 sampai dengan 3 Januari 2023.
Perkara yang kemudian membuat KPK melakukan OTT ini berawal saat Pemprov Jawa Timur merealisasikan dana belanja untuk Tahun Anggaran 2020 dan Tahun Anggaran 2021 dalam APBD. Di mana jumlah seluruhnya sekitar Rp7,8 Triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Distribusi penyalurannya antara lain melalui kelompok masyarakat (Pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan.
Terkait pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Provinsi Jawa Timur yang satu diantaranya Tersangka Wakil Ketua DPRD Sahat Tua P. Simandjuntak.
Sahat menawarkan diri untuk membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka (ijon).
"Adapun yang bersedia untuk menerima tawaran tersebut yaitu Tersangka AH selaku Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang sekaligus Koordinator Pokmas (Kelompok Masyarakat)," jelas Johanis.
Diduga ada kesepakatan antara Sahat dengan Abdul Hamid setelah adanya pembayaran komitmen fee ijon. Sahat akan mendapatkan bagian 20% dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan. Sedangkan Abdul Hamid mendapatkan bagian 10%.
Besaran nilai dana hibah di tahun 2021 telah disalurkan sebesar Rp40 Miliar. Tahun ini telah disalurkan sebesar Rp40 Miliar.
"Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan tahun 2024 bisa kembali dipeoleh Pokmas,Tersangka AH kemudian kembali menghubungi Tersangka STPS dengan bersepakat untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp2 Miliar," terang Johanis.
Realisasi uang ijon tersebut pada Rabu (13/12/2022) Abdul Hamid melakukan penarikan tunai sebesar Rp1 Miliar di Sampang. Uang itu diserahkn pada Ilham Wahyudi untuk dibawa ke Surabaya.
"Selanjutnya Tersangka IW menyerahkan uang Rp1 Miliar tersebut pada Tersangka RS sebagai orang kepercayaan Tersangka STPS di salah satu mal di Surabaya," ujarnya.
Setelah uang diterima, Sahat memerintahkan Tersangka Rusdi segera menukarkan uang Rp1 Miliar tersebut disalah satu money changer dalam bentuk pecahan mata uang SGD dan USD.
Rusdi kemudian menyerahkan uang tersebut pada Sahat di salah satu ruangan yang ada di gedung DPRD Provinsi Jawa Timur. Sedangkan sisa Rp1 Miliar yang dijanjikan Abdul Hamid akan diberikan pada Jumat (16/12/2022).
Baca juga: OTT di Surabaya, KPK Tangkap Tangan Pimpinan DPRD Jawa Timur
KPK menduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, Sahat telah menerima uang sekitar Rp5 Miliar. Tim Penyidik masih akan terus melakukan penelusuran dan pengembangan terkait jumlah uang dan penggunaannya yang diterima Tersangka STPS.
Atas perbuatannya, sebagai pemberi Pemberi, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sebagai penerima, Sahat dan Rusdi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.