Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) masih terus membongkar kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (Persero) untuk menetapkan tersangka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Kamis (15/12), menyampaikan, untuk mengusut kasus tersebut, penyidik memeriksa satu orang saksi.
“Saksi yang diperiksa yaitu ATOJ selaku Laboratory Manager PT Bintang Inspeksindo Indonesia,” kata Ketut.
Baca Juga: Ini Pernyataan Kejagung soal Tersangka Korupsi Tower PLN
Tim penyidik Kejagung memeriksa saksi ATOJ untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN sekitar Rp2,2 triliun.
Sedangkan soal belum adanya tersangka, Ketut pada Senin (24/10), menyampaikan, menetapkan tersangka bukan hal mudah. Untuk itu, pihaknya masih memeriksa saksi-saksi. ”Sambil menunggu audit, nanti kita umumkan,” ujarnya.
Sedangkan soal praperadilan yang diajukan oleh Direktur Operasional PT Bukaka, Saptiastusi Hapsari di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Senin (12/9/2022), Ketut menyampaikan, belum mendapatkan laporan.
Terlebih lagi, lanjut dia, Kejagung belum menetapkan siapa pun sebagai tersangka dalam kasus tersebut. “Sepengetahuan saya belum ada tersangka,” ujarnya ketika dikonfirmasi soal permohonan praperadilan bernomor: 83/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin di Jakarta pada Senin (25/6/2022), menyampikan, Kejagung mulai menyidik kasus dugan korupsi pengadaan tower transmisi PLN berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022.
Adapun kasus posisi dalam perkara ini, yaitu PT PLN (Persero) pada tahun 2016 memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran sejumlah Rp2,2 triliun lebih.
Dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) yang melibatkan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 penyedia pengadaan tower itu, diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.
Burhanuddin menyampaikan, awalnya Kejagung menyelidiki pengadaan tower transmisi PLN tersebut. Hasilnya, penyelidik menemukan peristiwa pidana atas pengadaan tower itu.
“Adanya fakta-fakta, perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan,” ujarnya.
Baca Juga: Korupsi Tower PLN, Kejagung Periksa Dirjen Gatrik dan 2 Pejabat Kemenperin
Adapun indikasi perbuatan pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi PLN ini, yakni dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat.
Selanjutnya, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO sehingga memengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.
“PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%,” ujarnya.