Jakarta, Gatra.com- Baku budaya daerah yang dicitrakan dalam tata rias pengantin harus terus dilestarikan. Langkah pelestarian ini juga dapat dimaknai sebagai bentuk pelestarian warisan budaya leluhur.
Dengan semakin berkembangnya industri tata rias pengantin, kebutuhan sosialisasi atas tatanan baku warisan budaya bangsa tentang standar tata rias pengantin tradisional maupun modifikasi diperlukan. Agar, para perias muda tak lagi menghiraukan aturan baku budaya daerahnya.
Direktur Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek, Wartanto mengatakan, saat ini tercatat 180 jenis tata rias pengantin yang sudah dibakukan.
“Namun, dari jumlah tersebut masih banyak lagi yang belum digali, yang merupakan karya gemilang nenek moyang yang harus dilestarikan,” ujar Wartanto dalam keterangannya, Rabu (14/12).
Meski begitu, Wartanto juga menyebut modifikasi terhadap tata rias harus tetap dilakukan dalam mengadaptasi dengan kondisi kekinian.
“Apa pun modifikasinya, itu tidak akan mengurangi ciri dan kekhasan yang dimiliki masing-masing daerah,” tuturnya.
Sementara itu, Perwakilan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Siti Utami Haryanti, turut menyampaikan bahwa tata rias sebagai khazanah budaya, juga termasuk dalam 10 objek pemajuan kebudayaan.
“Salah satu strateginya adalah membuat ruang untuk memperkaya khazanah budaya, semisal diskusi dan acara ini. Selain itu, juga melindungi dan melakukan pembinaan,” katanya.