Jakarta, Gatra.com - Saksi ahli poligraf Aji Febriyanto mengungkapkan potensi manipulasi hasil uji poligraf atau tes kebohongan. Ia mengatakan, selama pengalamannya dalam melaksanakan uji poligraf, ia belum pernah mendapati adanya tindak manipulasi atas hasil uji tersebut.
Adapun, uji poligraf tersebut menjadi salah satu metode pemeriksaan dalam penyidikan perkara pembunuhan Brigadir J alias Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Pengujian itu pun dilakukan terhadap lima terdakwa pembunuhan, yakni Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Bharada E, serta Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.
"Selama ini, selama pengalaman kami, Yang Mulia, belum ada yang pernah memanipulasi pemeriksaan poligraf," ungkap Aji Febriyanto, dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (14/12).
Sementara itu, Aji mengaku pernah mendapati adanya tindak manipulasi pada jurnal-jurnal ilmiah yang berkaitan dengan uji poligraf itu. Hanya saja, dengan jumlah yang sangat minim.
Menurut Aji, tindak manipulasi itu pun disebutnya dengan istilah countermeasure. Istilah itu dapat diartikan sebagai suatu tindakan dari seorang terperiksa yang berupaya untuk menyelamatkan diri sendiri dari suatu pemeriksaan.
"Selama saya baca di jurnal, dan sharing-sharing dengan senior yang sudah lebih berpengalaman dengan pemeriksaan poligraf, dari tahun '60, itu hanya sekitar 4 sampai 5 orang yang lolos pemeriksaan poligraf, dari jutaan pemeriksaan," ungkapnya.
Aji pun mengatakan, uji poligraf sendiri sudah sangat intens dilakukan pada rangkaian pemeriksaan poligraf di negara-negara maju, salah satunya di Amerika Serikat.
Di samping itu, Aji juga mengungkapkan potensi akan adanya kekeliruan indikasi pada hasil uji poligraf. Menurutnya, sepanjang yang ia tahu, belum pernah ada kasus di mana kasus kekeliruan deteksi itu terjadi.
"Selama ini belum pernah (terjadi), Yang Mulia," kata Aji Febriyanto saat menjawab pertanyaan hakim anggota terkait kekeliruan deteksi itu, dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Rabu (14/12).
Aji pun menjelaskan, uji poligraf yang pihaknya lakukan juga dapat mendeteksi apabila ada indikasi di mana terperiksa merasa grogi dengan proses pemeriksaan itu.
Menurutnya, hal itu berkenaan dengan metode uji poligraf yang digunakannya. Di mana, dalam pengujian tersebut, ada sebelas pertanyaan yang akan diajukan kepada para terperiksa. Ia menyebut, dalam tiap-tiap pertanyaan itu, ada spot grafik yang dapat menunjukkan indikasi grogi tadi.
"Sepengalaman kami, kalau orang ini grogi, itu biasanya setiap spot ini akan muncul grafik-grafik gerogi tersebut," kata Aji.
Adapun, kelima terdakwa yang sebelumnya menjalani uji poligraf itu menghadiri persidangan pada hari ini, Rabu (14/12). Kelimanya didakwakan atas pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, yang dinyatakan tewas pascapenembakan di rumah dinas Ferdy Sambo, di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/7) sore silam.
Atas keterlibatan mereka dalam peristiwa itu, kelimanya didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).